PEMILIHAN JANIS BADAN USAHA DALAM PAJAK ( Manajemen Perpajakan )

MANAJEMEN PERPAJAKAN
 


SILAHKAN KLIK LINK DIBAWAH INI UNTUK MENDOUNLOWD
(PEMILIHAN BADAN USAHA)


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah senantiasa memberikan rahmat dan nikmat yang tiada terkira bagi kami. Sehingga dengan nikmat dan rahmat-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah sebagai tugas kelompok dalam mata kuliah “Manajemen Perpajakan.
Terimakasih juga kami sampaikan kepada Bapak, yang telah memberikan tugas tersebut sehingga kami menjadi semakin mengerti tentang mata kuliah “Manajemen Perpajakan”, khususnya pada materi Pemilihan Badan Usaha dalam Bentuk PT, CV, dan Perseorangan”. Selanjutnya, terimakasih kepada teman-teman dari kelompok lain yang telah berkenan mempelajari hasil dari tugas kami.
Sekian dari kami semoga bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi semua orang umumnya.


Pekanbaru, 19 September 2017
                                                                                           Tim Penulis
  

BAB I
PENDAHULUAN

2.1     LATAR BELAKANG
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan APBN di Indonesia yang paling besar. Keberadaan pajak secara langsung telah mempengaruhi jalannya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan-kegiatan usaha di indonesia. Salah satu unsur objek pajak adalah penghasilan, maka tentu saja pemungutan pajak ini mencakup bentuk-bentuk usaha baik yang perseorangan maupun berbentuk badan.
Setiap perusahaan pasti berharap untuk menjadi salah satu perusahaan yang maju dan besar. Salah satu faktor  yang paling mempengaruhi adalah faktor awal pendiriannya yaitu pada saat  pemilihan bentuk perusahaan tersebut. Oleh karena itu pemilihan bentuk perusahaan adalah tahap awal  dari pendirian  suatu perusahaan  harus dengan benar demi kemajuan perusahaan tersebut. Untuk memilih bentuk perusahaan, tentunya  harus melalui pertimbangan yang matang dan perlu diperhatikan dengan cermat bagaimana bentuk perusahaan  tersebut.
Bentuk-bentuk usaha di Indonesia sendiri terdiri dari 3 macam yaitu BUMN, Koperasi dan Swasta. Namun yang tentunya menjadi objek pajak penghasilan adalah bentuk usaha Swasta, yang mana hal itu bertujuan semata-mata untuk mencari keuntungan dan menambah kekayaan. Bentuk usaha Swasta sendiri terbagi 5 yaitu perseorangan, CV(persekutuan komanditer), Firma, PT(Perseroan Terbatas) dan Yayasan. Di antara semua itu tentunya memiliki perlakuan pajak yang berbeda-beda. Perusahaan perseorangan yang pemiliknya hanya satu orang tentu akan mendapat pemungutan pajak yang berbeda dengan perusahaan yang pemiliknya lebih dari satu orang seperti CV, Firma, PT dan Yayasan.
Dalam ketentuan umum perpajakan, Wajib Pajak dapat dibagi dua yaitu Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak badan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada setiap Wajib Pajak, baik Wajib Pajak perorangan maupun Wajib Pajak badan atas penghasilan yang diterimanya dalam setahun. Perbedaan utama antara Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak badan dalam penghitungan PPh adalah besarnya tarif pajak. Lapisan terendah tarif pajak bagi perorangan adalah 5% dan lapisan tertinggi bagi perorangan adalah 30% sedangkan bagi Wajib Pajak Badan tarifnya 25%.
Penghasilan dalam pengertian perpajakan memiliki makna yang sangat luas, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dapat dikonsumsi atau menambah kekayaan. Sehubungan dengan usaha maka penghasilan sebagai tambahan kemampuan ekonomis adalah laba usaha, yaitu penerimaan bruto dikurangi biaya-biaya, yang dalam perpajakan disebut dengan penghasilan neto. Dalam menghitung besarnya laba usaha, perpajakan mempunyai ketentuan mengenai penghasilan yang diperhitungkan dan biaya yang tidak dapat dikurangkan yang diatur dalam UU PPh.
Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan itulah yang akan dikenai PPh. Namun demikian, bagi Wajib Pajak perorangan, sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya.
Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan adalah juga perorangan sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh investor sebagai pemilik usaha merupakan penghasilan kembali yang merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha adalah “going concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu langsung dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk memperbesar usaha. Sehingga penghasilan yang diterima oleh perorangan atas investasinya di badan usaha bisa ditunda sampai keuntungan tersebut dibagikan ke perorangan.
Selain itu dalam memungut pajak juga ditentukan dari omzet yang didapat. Semakin besar omzet/penghasilan yang didapat maka semakin besar pula pajak yang dikenakan. Karena kondisi itulah menyebabkan terjadi cara-cara yang dilakukan Wajib pajak untuk menghindari pajak atau meringankan beban pajak pajak yang didapat dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum. Sehingga perencanaan perpajakan (tax planning) dapat digunaan oleh badan usaha tersebut dalam melakukan kewajiban perpajakannya.

2.2      Rumusan Masalah
1. Apa saja bentuk usaha di indonesia?
2. Bagaimana bentuk pemilihan usaha orang pribadi dan badan menurut perpajakan?
3. Bagaimana pengaruh bentuk usaha untuk alternatif perpajakan?

2.3      Tujuan Penulisan
1.    Untuk memaparkan mengenai bentuk usaha di Indonesia.
2.    Untuk memaparkan mengenai bentuk pemilihan usaha orang pribadi dan badan menurut  perpajakan.
3.    Untuk memaparkan mengenai pengaruh bentuk usaha untuk alternatif perpajakan.


BAB II
PEMBAHASAN
Memilih bentuk usaha/business vehicle yang tepat merupakan hal pertama yang harus diperhatikan oleh investor/pengusaha, selain untuk menentukan bentuk usaha apa yang dapat memberikan kontribusi profit paling besar dengan tingkat risiko yang paling rendah. Terkait ketentuan perpajakan yang berlaku, investor/pengusaha juga harus menentukan bentuk usaha yang mana yang memberikan kontribusi profit yang paling besar namun dengan beban pajak yang paling kecil, dan yang paling penting dari pemilihan bentuk usaha adalah tentu saja untuk mempertimbangkan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.
Pohan (Zain, 2003:97) memberikan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk usaha, diantaranya:
  1. bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan orang pribadi dan tarif pajak penghasilan wajib pajak badan, termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu
  2. pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto usaha, maupun penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para pemegang sahamnya
  3. kesempatan untuk menunda pembayaran pajak pada tarif pajak penghasilan lebih kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak penghasilan dari akumulasi penghasilan perusahaan
  4. adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian) dan kredit investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu
  5. kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak atas penghasilan personal, holding company, dan seterusnya
  6. liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in kind.
Secara umum terdapat empat bentuk usaha yang legal, yaitu:
  1. partnership yang berupa persekutuan perdata (maatschap), persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap = CV), dan firma;
  2. perseroan terbatas (PT)
  3. koperasi, asosiasi, yayasan, dan badan usaha lain
  4. usaha orang pribadi/individual basis
Fokus penjelasan tulisan ini hanya akan menekankan pada pemilihan badan usaha berbentuk usaha orang pribadi (individual basis), CV dan PT. Dan disini kita hanya mendiskusikan masalah pemilihan bentuk usaha dilihat dari aspek perpajakannya. Banyak pilihan bentuk usaha yang dapat dipertimbangkan investor, itu semua akan bermuara pada besarnya pajak yang akan ditanggung.
2.1      USAHA ORANG PRIBADI/ PERSEORANGAN
Warga Negara Indonesia diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk berusaha selama tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Untuk melakukan usaha secara pribadi, seseorang tidak memerlukan izin khusus dalam pendiriannya, karena bukan berupa badan usaha atau badan hukum. Usaha perseorangan ini bisa dijalankan dengan membuat usaha dagang (UD) atau usaha lainnya, tanpa harus memiliki nama usaha. Contoh usaha yang dijalankan pun bisa beragam, dari berdagang, manufaktur skala kecil, jasa, dsb.
Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha yang dijalankan secara perorangan seluruhnya akan dinikmati dan masuk ke kantong pribadi perorangan. Keuntungan tersebut akan dikenai pajak sesuai dengan lapisan tarif pajak perorangan. Jika keuntungan yang diperoleh di atas Rp500.000.000,00 kelebihannya akan dikenai tarif tertinggi perpajakan sebesar 30%.
Keuntungan usaha berupa selisih penerimaan dengan biaya dihitung berdasarkan pembukuan yang diselenggarakan oleh perorangan. Dalam usaha perorangan tidak dikenal adanya pemisahan harta usaha dengan harta pribadi perorangan, keseluruhannya adalah harta miliknya perorangan. Namun demikian untuk keperluan penghitungan keuntungan usaha tetap harus dibedakan antara harta untuk usaha dengan harta bukan untuk usaha, sehingga dapat dipisahkan biaya penyusutan harta yang berhubungan dengan usaha. Karena tidak adanya pemisahan antara harta usaha dengan harta pribadi maka dari sudut perpajakan kewajiban mendaftar NPWP hanya melekat pada diri perorangannya. Begitu pula dengan kewajiban melaporkan pajaknya.
Pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan pribadi tidak diperkenankan, seperti biaya gaji pemilik, pengeluaran berupa prive dan sebagainya. Bagi perorangan yang omzet setahunnya belum melebihi Rp4.800.000.000,00 tidak wajib menyelenggarakan pembukuan, sehingga keuntungan dihitung dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. Konsekuensi menggunakan norma penghitungan penghasilan neto adalah tidak pernah diakui adanya kerugian usaha.

Keuntungan dari Perseorangan mempunyai keuntungan:
1.    Mudah dan murah dalam proses pembentukannya
2.    Pemilik perusahaan mengendalian secara langsung perusahaannya, yang dengan demikian memungkinkan pengusaha untuk bertindak lanjut cepat
3.    Tidak terlalu dipengaruhi oleh peraturan pemerintahan
4.    Pemilik menerima semua keuntungan dan menanggung semua kerugian usaha
5.    Bebas dari pajak penghasilan apabila pengasilannya masih dibawah PTKP

Kelemahan Perseorangan yaitu Keterbatasa dalam mendapatkan modal
Dalam melaksanakan hak dan menjalankan kewajiban perpajakannya, usaha perseorangan:
1.    menggunakan nomor pokok wajib pajak (NPWP) orang pribadi, yaitu pemilik yang sebenarnya dari usaha tersebut untuk keperluan perpajakan.
2.    pengusaha wajib menjalankan pembukuan dalam menjalankan kegiatan usahanya, namun dalam hal peredaran usaha pengusaha dalam satu tahun pajak tidak melebihi Rp4,8 miliar, pengusaha boleh tidak melakukan pembukuan, namun wajib membuat pencatatan. Dalam menghitung penghasilan neto untuk keperluan perpajakan, pengusaha menggunakan norma. Ketentuan mengenai pembukuan diatur dalam Pasal 28 UU KUP, ketentuan mengenai norma penghitungan penghasilan neto diatur dalam Pasal 14 UU PPh dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-17/PJ/2015.
3.    selain boleh dikurangkan dengan biaya-biaya yang dapat dikurangkan sesuai ketentuan UU PPh, pengusaha juga boleh mengurangkan penghasilan netonya dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dihitung berdasarkan keadaan/status perkawinan Wajib Pajak dan jumlah tanggungannya. Ketentuan mengenai biaya yang dapat dikurangkan diatur dalam Pasal 6 UU PPh, ketentuan mengenai PTKP diatur dalam Pasal 7 UU PPh.
4.    dalam penghitungan pajak terutang, berlaku tarif pajak progresif, yaitu tarif pajak yang semakin meningkat seiring besarnya penghasilan kena pajak. Ketentuan mengenai tarif pajak diatur dalam Pasal 17 UU PPh.
5.    apabila usaha yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 46/2013, bagi pengusaha yang dalam satu tahun pajak peredaran usahanya tidak lebih dari Rp4,8 miliar, pengusaha wajib menghitung pajaknya secara final dengan tariff 1% dari peredaran usaha setiap bulannya.
Dalam menghitung besarnya pajak penghasilan, usaha perorangan wajib melakukan pembukuan atau hanya melakukan pencatatan dengan Norma Penghitungan jika peredaran brutonya kurang dari Rp. 1.800.000.000 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).

Terkait dengan ketentuan perpajakan, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih bentuk usaha Perseorangan adalah:
1.    Tarif PPh untuk Wajib Pajak Perseorangan
No
Batasan Penghasilan kena Pajak
% Tarif PPh Progresif
1
s.d 50 Juta
5 %
2
Lebih 50 juta s.d 250 juta
15 %
3
Lebih 250 Juta s.d 500 Juta
25 %
4
Lebih 500 Juta
30 %

2.    Pengurang Penghasilan Kena Pajak
Pertimbangan memilih bentuk usaha perseorangan adalah adanya pegurang penghasilan kena pajak yang hanya diberikan kepada wajib pajakperseorangan.
Penghasilan Tidak Kena Pajak
No
Status
PTKT Setahun
1
Tidak kawin anak 0
Rp 54.000.000,-
2
Kawin Anak 0
Rp 58.500.000,-
3
Kawin Anak 1
Rp 63.000.000,-
4
Kawin Anak 2
Rp 67.500.000,-
5
Kawin Anak 3
Rp 72.000.000,-


3.    Pertimbangan Kewajiban Pembukuan
Pembukuan adalah salah satu cara yang dipergunakan oleh wajib pajak untuk dapat mnghitung penghasilan neto yang berkaitan dengan perhitungan besarnya PPh terutang atas kegiatan usahanya. Selain menggunakan pembukuan, untuk menghitung penghasilan neto juga dapat menggunakan norma perhitungan penghasilan neto.
Bagi wajib pajak badan, pembukuan adalah kewajiban. Untuk wajib pajak peribadi dengan peredaran usaha sampai dengan 4.800.000.000 diberi pilihan untuk menghitung besarnya penghasilan neto dapat menggunakan pembukuan atau menggunakan norma perhitungan penghasilan.
Kewajiban pembukuan merupakan beban tersendiri bagi wajib pajak, apalagi jika wajib pajak tidak mempunyai karyawan yang khusus menangani pembukuan tersebut secara khusus. Biasanya untuk menghindari kewajiban melaksanakan pembukuan maka wajib pajak biasanya menggunakan bentuk orang pribadi, yang cukup dilakukan dengan mencaatat peredaran bruto setialp bulan tanpa harus membuat laporan keuangan.
Wajib pajak pribadi yang memiliki omset diatas 4.800.000.000 wajib melakukan pembukuan, jika wajib pajak tersebut  tidak menyelenggarakan pembukuan dengan benar maka penghasilan netonya akan dihitung dengan norma khusus dan dikenakan sanki kenaikan sebesar 50% dari PPh yang kurang atau tidak dibayar.
4.    Pertimbangan kewajiban pemungutan pajak
Wajib pajak badan yang bergerak dibidang industri semen, rokok, kertas, baja, dan otomotif ditunjuk sebagai pemungut PPh pasal 22 atas penjualan produknya. Namun pemungutan PPh Pasal 22 tersebut tidak dikenakan kepada wajib pajak perorangan yang mempunyai industri diatas.
5.    Pertimbangan Pertanggung-jawaban Utang Pajak
Aktiva yang dimiliki oleh wajib pajak perseorangan tidak terpisahkan dengan aktiva dari kegitan usahanya, sehingga keuntungan yang didapat dari semua kegiatan usaha dalam bentuk perseorangan itu akan diakuinya sendiri. Sebaliknya untuk kerugian, semua kesulitan dalam kegiatan usaha dari bentuk perseorangan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi wajib pajak. Berbeda halnya dengan badan usaha yang harus memisahkan aktiva yang dimiliki oleh pemilik dan aktiva yang dimiliki perusahaan berbentuk badan usaha dimana keuntungan maupun kerugian akan diakui sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati baik yang dimasukkan kedalam anggaran dasar atau tidak.
Namun dalam ketentuan perpajakan ada beberapa tanggung jawab bagi badan usaha yang tidak dapat dipisahkan dengan tanggung jawab pemiliknya yaitu utang pajak. Harta pemilik modal badan usaha merupakan barang yang dapat disita apabila terdapat utang pajak dari wajib pajak badan yang tidak dibayar walaupun telah dilakukan tindakan surat paksa oleh juru sita pajak Negara.
Jika seseorang ingim memutuskan untuk menanamkan modal pada badan usaha atau berusaha sendiri melalui bentuk perseorangan, selain mempertimbangkan kemungkinan besarnya laba yang akan diterima juga harus mempertimbangkan seandainya terjadi kerugian atau mempunyai utang pajak.
Penanggung utang pajak tetap harus dilakukan walaupun pemilik modal badan usaha tersebut bersifat pasif. Kalau terjadi perrmasalahan dengan utang pajak, hartanya dapat dimint untuk membayar utng pjak dari badan usah dimmana dia menanamkan modalnya.
Contoh
Tuan Anas memiliki usaha perdagangan bahan-bahan bangunan. Selama tahun 2015 laporan laba/rugi usaha tuan Anas tersebut adalah:
Peredaran usaha
Rp60.000.000.000,-
Harga Pokok Penjualan
Rp58.800.000.000,-
Laba Bruto
Rp1.200.000.000,-
Biaya Operasi 
Rp500.000.000,-
Laba Usaha Sebelum Pajak 
Rp700.000.000,-

Maka penghitungan besarnya PPh terutang Tuan Anas selama tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Laba Usaha 
Rp700.000.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2) *
Rp67.500.000,-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) 
Rp632.500.000,-
PPh Terutang
5% x Rp50.000.000,-       = Rp  2.500.000,-
15% x Rp200.000.000     = Rp30.000.000,-
25% x Rp250.000.000,-   = Rp62.500.000,-
30% x Rp132.500.000,-   = Rp39.750.000,-  
Rp134.750.000,-
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha
19,3%
*) 54.000.000 + 4.500.000 + (2×4.500.000) = Rp67.500.000

Dari analisis di atas, ada beberapa hal penting yang perlu di catat :
1.    Beban pajak yang ditanggung investor melalui persekutuan ternyata lebih kecil dibandingkan daripada usaha berbentuk PT
2.    Bisnis perseorangan tersebut bisa memberikan tingkat efisiensi pajak yang jauh lebih besar dari pada bentuk badan usaha lainnya. Namun kita tidak boleh tergesa-gesa mengambil keputusan atas dasar pertimbangan ini semata, harus memperhatikan pertimbangan lainnya.
3.    Pemihan salah satu entitas bisnis dapat dijadikan referensi dalam pengambilan keputusan oeh para investor untuk meminimalkan beban pajak. Namun demikian faktor pajak bukan satu-satunya pertimbangan dalam pengambilan keputusan bisnis. Masih banyak variabel lain yang harus diperhatikan investor.

2.2      PERSEKUTUAN KOMANDITER (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP = CV)
CV merupakan salah satu bentuk partnership yang paling umum di Indonesia. CV merupakan suatu persekutuan yang didirikan oleh seorang atau beberapa orang yang mempercayakan uang atau barang kepada seorang atau beberapa orang yang menjalankan perusahaan dan bertindak sebagai pemimpin. Dalam pendiriannya, CV cukup didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI, namun tidak perlu disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Atau Persekutuan Komanditer (CV) atau Firma pada dasarnya adalah bentuk usaha yang didirikan oleh dua orang atau lebih yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham. Atas bentuk usaha tersebut dan bentuk usaha lain yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham mempunyai perlakuan yang sama dari sudut perpajakan.
Anggota perseroan kommanditer ada dua golongan :
1.    Persero Pengusaha atau pesero aktif/bekerja. Pesero ini selain menyerahkan modal ke dalam perseroan, jika perseroan jatuh pailit atau bangkrut, pesero pengusaha bertanggungjawab penuh atas seluruh harta-harta pribadinya terhadap hutang-hutang perusahaan.
2.    Persero Kommanditer atau pesero diam. Pesero ini hanya menyerahkan modal ke dalam perseroan dan tidak bertanggung jawab tentang jalannya perseroan. Jika perseroan jatuh pailit/bangkrut, pesero ini hanya bertanggungjawab sebesar modal penyertaannya.

Kelebihan dan kekurangan bentuk usaha CV, sebagaimana diuraikan Santoso dan Rahayu, (2013:91) antara lain:
Kelebihan
1.    relatiif mudah dalam proses pendiriannya
2.    kebutuhan akan modal dapat lebih dipenuhi
3.    cenderung lebih mudah memperoleh kredit
4.    dari segi kepemimpinan, CV relatif lebih baik
5.    lebih fleksibel karena bagi sekutu pasif akan lebih mudah untuk menginvestasikan maupun mencairkan kembali modalnya
6.    tidak ada ketentuan memakai nama CV seperti halnya dengan PT
7.    Anggaran dasar tidak perlu mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM

Kekurangan:
1.    kelangsungan hidup tidak menentu karena banyak tergantung dari sekutu aktif yang bertindak sebagai sekutu pemimpin CV
2.    tanggung jawab para sekutu komanditer yang terbatas dapat berpengaruh terhadap semangat untuk memajukan perusahaan
3.    kewajiban sekutu yang tidak terbatas
4.    perlindungan hukumnya masih dianggap minim

Sebagai sebuah badan usaha maka CV atau Firma berkewajiban untuk mendaftarkan NPWP yang terpisah dengan kewajiban para pemiliknya. Keuntungan usaha merupakan penghasilannya CV atau Firma yang akan dikenai pajak dan dilaporkan oleh CV atau Firma sebagai Wajib Pajak. Sedangkan penghasilan seorang investor dari penanaman modal di CV atau Firma adalah penghasilan berupa pembagian laba. Jika seorang investor juga aktif menjalankan usaha, investor dapat saja menerima tambahan penghasilan lain berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya.
Dalam ketentuan perpajakan, bergesernya aliran penghasilan dari CV atau Firma kepada pemilik tidak dianggap sebagai terjadinya aliran penghasilan, sehingga pajak tidak mengakui adanya pengurangan berupa biaya gaji pemilik di CV atau Firma. Sebaliknya penerimaan berupa gaji oleh pemilik tidak dianggap sebagai adanya penghasilan bagi si pemilik. Demikian juga atas pembagian laba yang diterima oleh pemilik.
Pajak memandang bahwa antara anggota atau pemilik dengan CV atau Firma diperlakukan sebagai satu kesatuan dalam penghitungan PPh atas keuntungan usaha. Satu kesatuan dalam hal ini adalah tambahan kemampuan ekonomis dari usaha CV atau Firma hanya akan dikenai PPh satu kali yaitu di CV atau Firma.
Dengan demikian antara CV dengan usaha perorangan memiliki persamaan perlakuan perpajakan yaitu keuntungan usaha sama-sama diperlakukan sebagai satu kesatuan dengan penghasilan pemiliknya. Hanya bedanya keuntungan usaha perorangan dikenai pajak di sisi perorangan sebagai WPOP sedangkan keuntungan usaha CV dikenai pajak di sisi CV sebagai WP badan.
Keduanya sama-sama tidak diperkenankan memperhitungkan pengurangan biaya berupa gaji pemilik dan pembagian keuntungannya. Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan usaha perorangan yaitu dari sisi tarif pajak. Sebagaimana dijelaskan di atas, tarif pajak bagi CV adalah 28% sedangkan tarif pajak perorangan tertinggi adalah 30%. Dengan demikian dengan membentuk CV dapat timbul penghematan pajak sebesar 2%.
Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan usaha perorangan yaitu dari sisi tarif pajak

Secara umum ketentuan perpajakan terkait CV diantaranya:
1.    CV merupakan subjek pajak badan dalam negeri. Dalam UU PPh dijelaskan pengertian subjek pajak badan, bahwa subjek pajak badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
2.    Karena CV merupakan subjek pajak badan, maka CV harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
3.    Selain harus mendaftarkan NPWP dan/atau PKP atas nama CV, CV juga harus menyelenggarakan pembukuan.
4.    Laba yang didistribusikan kepada sekutu tidak dikenai pajak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh yang menyebutkan bahwa bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif dikecualikan sebagai objek pajak
5.    Gaji yang dibebankan oleh CV kepada para sekutu tidak dapat menjadi pengurang sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh
6.    Dalam mengitung PPh nya CV menggunakan tarif tunggal 25% atau 12,5% apabila memenuhi ketentuan Pasal 31E UU PPh.
Atas keuntungan CV dikenakan pajak penghasilan badan dengan tarif pasal 17 undang-undang Pajak Penghasilan (sama dengan PT). Pembagian keuntungan kepada pemegang saham (pesero) tidak bisa dibebankan sebagai biaya CV, tidak dipotong PPh pasal 23 dan bagi yang menerima bukan sebagai obyek pajak. Dengan kata lain, Pajak penghasilan hanya dikenakan pada Perusahaan (Badan) saja dan tidak ada double taxation.

Contoh
CV Aurora bergerak dalam usaha perdagangan besar, laba rugi tahun 2015 menunjukkan informasi sebagai berikut:
Peredaran usaha
Rp60.000.000.000,-
Harga Pokok Penjualan 
Rp58.800.000.000,-
Laba Bruto
Rp1.200.000.000,-
Biaya Operasi (tidak termasuk gaji para sekutu)
Rp500.000.000,-
Laba Usaha Sebelum Pajak 
Rp700.000.000,-
 
Penghitungan besarnya PPh terutang adalah sebagai berikut:
Laba Usaha Sebelum Pajak
Rp700.000.000,-
PPh Terutang Tarif x 25%  
Rp175.000.000,-
Laba Bersih Setelah Pajak
Rp525.000.000
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha
25%
Pada saat laba usaha dibagikan kepada para sekutu tidak lagi dikenai Pajak.

2.3      PERSEROAN TERBATAS ( PT)
Dalam tatanan ketentuan perundangan di Indonesia, pendirian dan pengelolaan PT diatur dalam undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1995 yang telah mengalami perubahan menjadi UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. Untuk mendirikan sebuah perusahaan berbentuk PT, berdasarkan akte notaris yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI, diperlukan adanya pengesahan dari Kementrian Hukum dan HAM.PT merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar dan seluruhnya terbagi atas saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh UU serta peraturan pelaksanaannya (Pohan, 2015:54).
Berbeda dari usaha berbentuk CV atau Firma, Perseroan Terbatas (PT) adalah bentuk usaha yang modalnya terdiri atas saham-saham. Kepada pemilik biasanya diberikan sertifikat atau tanda kepemilikan atas sahamnya di perusahaan. Saham yang dimiliki tersebut dikenal sebagai surat berharga (marketable securities) yang dapat diperjualbelikan kepada pihak lain. Keuntungan yang diperoleh pemegang saham adalah hanya dari pembagian keuntungan atau dividen saja, meskipun dalam beberapa kasus –dan sebenarnya tidak dibenarkan secara aturan–, ada beberapa pemegang saham yang merangkap juga sebagai pengurus yang ikut aktif menjalankan roda usaha sehingga kepadanya juga diberikan penghasilan lain berupa gaji.

Kelebihan dan kelemahan PT sebagaimana diuraikan oleh Santoso dan Rahayu (2013:100-101) adalah sebagai berikut :
Kelebihan
  1. kewajiban dan tanggung jawab terbatas
  2. masa hidup abadi
  3. efisiensi manajemen karena adanya pemisahan antara pemilik dan pengurus
  4. modal dapat diperoleh dengan menjual saham
Kekurangan
  1. kerumitan perizinan dan organisasi
  2. besarnya biaya pengorganisasian perusahaan
  3. bidang usaha PT relative susah diubah karena harus mengubah akta pendirian dan sulit mengubah investasi yang telah ditanamkan
  4. hubungan antarperorangan lebih formal dan terkesan kaku

Perpajakan memandang bahwa antara pemegang saham dengan PT adalah dua Wajib Pajak yang berbeda dan terpisah. Sehingga jika ada pengalihan kekayaan atau harta baik berupa sumber daya atau resources dari perusahaan kepada pemilik dianggap telah terjadi arus mengalirnya penghasilan. Dengan demikian dividen yang diterima oleh pemegang saham dianggap sebagai penghasilan yang akan dikenai pajak. Sebaliknya karena dividen itu dihitung dari laba setelah pajak, maka di sisi perusahaan dividen tersebut tidak berpengaruh terhadap besarnya keuntungan usaha atau laba usaha yang dikenai pajak. Bisa dikatakan bahwa atas keuntungan atau laba usaha akan dikenai pajak di PT dan ketika keuntungan atau laba tersebut dibagi kepada para pemegang saham akan dikenai pajak lagi di pemegang saham (perorangan).

Beberapa ketentuan perpajakan terkait PT diantaranya:
  1. sama seperti CV, PT juga merupakan subjek pajak dalam negeri berbentuk badan
  2. PT juga wajib menyelenggarakan pembukuan
  3. PT harus mendaftarkan NPWP dan/atau pengukuhan PKP atas nama PT
  4. Pengenaan pajak pada PT terjadi dua kali, yaitu pada saat diakui sebagai laba usaha oleh PT dan pada saat laba usaha tersebut dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen, dikenai PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh dan Pasal 17 ayat (2c) sebesar 10%
  5. Gaji yang dibayarkan kepada para pemegang saham dan komisaris dapat dibiayakan oleh PT
  6. Penghitungan PPh terutang mengikuti tarif Pasal 17 UU PPh atau Pasal 31E UU PPh.
           Pembagian dividen kepada pemegang saham (pesero) tidak bisa dibebankan sebagai biaya perusahaan, dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dan sebagai kredit pajak bagi pihak yang dipotong (tidak final). Dengan demikian terdapat double taxation.

Contoh
PT Angkasa bergerak sebagai distributor mainan anak yang terbuat dari bahan yang aman dan berkualitas. Laba/rugi PT Angkasa tahun 2015 menunjukkan informasi sebagai berikut:
Peredaran usaha 
Rp60.000.000.000,-
Harga Pokok Penjualan
Rp58.800.000.000,-
Laba Bruto
Rp1.200.000.000,-
Biaya Operasi  
Rp500.000.000,-
Laba Usaha Sebelum Pajak
Rp700.000.000,-
  
Penghitungan PPh terutang PT Angkasa adalah:
Laba Usaha Sebelum Pajak
Rp700.000.000,-
PPh Terutang (PPh Badan) Tarif x 25%      
Rp175.000.000,-
Laba Bersih Setelah Pajak
     Rp525.000.000,-

Pada saat laba usaha dibagikan kepada para pemegang saham, dikenai PPh atas dividen sebesar 10%, yaitu:
Laba usaha yang akan dibagikan sebagai dividen
Rp525.000.000,-
PPh atas dividen (Pasal 17 ayat(2c) UU PPh
Rp52.500.000,-

Sehingga total pajak terutang oleh PT dan persentasenya terhadap peredaran usaha dapat dihitung sebagai berikut:
Jumlah PPh terutang
Rp227.500.000,-
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha
32,5%

2.4      PEMILIHAN BADAN USAHA
Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat kita bandingkan besarnya PPh terutang yang harus ditanggung oleh masing-masing bentuk usaha sebagai berikut:
Uraian
PT 
CV 
Usaha Perorangan 
Peredaran Usaha
Rp60.000.000.000, 
Rp60.000.000.000, 
Rp60.000.000.000, 
Laba Usaha
Rp700.000.000,-
Rp700.000.000,-
Rp700.000.000,-
PPh Terutang
Rp227.500.000,-
Rp175.000.000,-
Rp134.750.000,-
Persentase PPh Terutang terhadap laba usaha 
32,5%
25%
19,3%

A.        Pemilihan antara bentuk  usaha persekutuan komanditer (Commanditaire  Vennootschap  = CV) atau Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan komanditer (CV) maupun PT adalah dua bentuk badan usaha yang berorientasi pada profit motive yang sangat diminati oleh para pengusaha.Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih antara CV dengan PT yaitu:
1.         Pengakuan Biaya gaji bagi pemiliknya
Bagi perusahaan yang berbentuk perseroan komanditer (CV) yang modalnya tidak terbagi atas saham, biaya gaji yang dibayarkankepada anggota atau pemilik CV tersebut bukan merupakan biaya. Sedangkan untuk perseroan terbatas (PT) yang modalnya tidak terbagi atas saham maupun yang tidak terbagi atas saham, biaya gaji pemilik tersebut diakui sebagai biaya.
Dengan adanya perbedaan atas pengakuan gaji bagi pemiliknya antara CV ataupun PT yang modalnya tidak terbagi atas saham, sehingga hal terbeut bisa dijadikan pertimbangan badan usaha mana yang akan dipilih.
Bagi Pemilik CV ataupun PT yang ikut melaksanakan kegiatan usaha, baik sebagai direktur maupun komisaris mendapatkan gaji atau sejenisnya, tentu memilih bentuk PT disbanding CV, karena dengan dapat dikurangkannya pembayaran gaji atau sejenisnya kepada pemilik hal tersebut akan membuat laba kena pajak perusahaan lebih rendah.
Gaji dari pemilik CV yang modalnya tidak terbagi atas saham diperlakukan sebagai pembagaian keuntungan, tentu saja pengakuan penghasilannya diakui oleh pemilik CV tersebut, sedangkan untuk PT selain harus diakui oleh orang pribadi pemilik PT, Penghasilan tersebut pajaknya sudah dihitung pada saat pembayaran gaji.

Contoh:
Tuan A adalah pemilik CV. Maksi y bang modalnya tidak terbagi atas saham. Ia sekaligus sebagai direkturnya dan mendapat gaji Rp. 400.000.000 untuk setahun. Bagaimana erbandinngan PPh terutang perusahaan itu menggunakan bentuk PT. Penghasilan kena pajak CV. Maksi adalah Rp. 500.000.000,- setelah memperhitungkan gaji Tuan A tersebut.
Besarnya PPh terutang dihitung sebagai CV dan sebagai PT adalah sebagai berikut:
Keterangan
Bentuk PT
Bentuk CV
Selisih
Penghasilan Bersih
500.000.000
500.000.000
0
Koreksi Gaji
0
400.000.000
400.000.000
Penghasilan Kena Pajak
500.000.000
900.000.000
400.000.000
PPh terhutang
95.000.000
215.000.000
120.000.000
Dari perhitungan diatas tampak bahwa PPh terutang bentuk usaha CV lebih Besar dibandingkan dengan bentuk usaha PT.

2.         Perlakuan keuntungan
Keuntungan yang didapat oleh badan udaha, apabila dibagikan kepada pemegang saham berupa deviden akan terutang PPh. Namun bagi wajib pajak berbentuk CV akan modalnya tidak dibagikan atas saham maka atas deviden yang dibagikan tidak terutang PPh. Sedangkan bagi PT yang sahamnya dimiliki oleh badan usaha termasuk koperasi yang aktif atas pembagian devidennya tidak dipotong PPh.
Dari pertimbangan itu apabila wajib pajak mendirikan usaha dalam bentuk perseroan terbatas CV maka lebih menguntungkan kalau modalnya tidak dijual bebas dalam bentuk saham. Demikian pula apabila bentuk usahanya berupa Perseroan Terbatas, maka pemegang saham cenderung berupa badan usaha yang jumlahnya tidak banyak tetapi modalnya rata-rata 25 %
Contoh:
Keseluruhan laba bersih CV. Maksi yang telah menjadi laba ditahan sebesar Rp. 500.000.000,- dibagi sebagai deviden kepada pemegang anggotanya.
Bagaimana perbandingan PPh terhutang atas deviden yang dibagikan oleh CV. Maksi disbanding kalau CV. Maksi sebagai PT. dan yang menerima deviden adalah sama yaitu Tuan A.

Keterangan
Bentuk PT
Bentuk CV
Selisih
Deviden
500.000.000
500.000.000
0
PPh Terutang
75.000.000
0
75.000.000

     Dari perhitungan tersebut tampak besarnya PPh terutang atas deviden jauh lebih tinggi kalau berbentuk PT

B.   PERBANDINGAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN ANTARA PT, CV, DAN PERSEORANGAN
Walaupun masing-masing bentuk usaha tersebut di atas mempunyai karakter yang berbeda-beda beserta keunggulan dan kelemahannya, penulis akan mencoba memberikan perbandingan atas beban pajak untuk masing-masing bentuk usaha. Supaya perbandingan beban pajak ini dapat dilakukan secara obyektif, penulis mencoba memberikan asumsi-asumsi pendapatan, pembebanan biaya dan pembagian keuntungan yang sama untuk masing-masing bentuk usaha tersebut, seperti yang ada di tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1: Perbandingan Beban Pajak Penghasilan untuk Penjualan Rp. 1,5 Miliar


Asumsi:
*1) Norma Penghitungan Untuk Pedagang Eceran 30% dari Peredaran Bruto
*2) Beban Usaha 80% dari Penjualan
*3) PTKP K/3 = Rp. 18.000.000
*4) Semua laba dibagikan dalam bentuk dividen, dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 15%
Dari Tabel 1 di atas, terlibat bahwa total Beban PPh Terutang terendah adalah usaha perorangan dengan pembukuan sebesar Rp. 40.500.000, sedangkan total Beban PPh Terutang terbesar adalah pada usaha perorangan dengan Norma penghitungan sebesar Rp. 78.000.000. Hal ini terjadi karena secara umum Norma Penghitungan menetapkan margin keuntungan usaha yang lebih besar (30%) daripada keuntungan usaha sebenarnya (20% dengan pembukuan). Pada prakteknya, usaha perorangan/orang pribadi mengalami dilemma, jika menggunakan Pencatatan peredaran bruto (yang mudah/sederhana) dengan Norma penghitungan, Persentase keuntungan yang sebenarnya masih jauh lebih kecil daripada % Keuntungan yang diterapkan dalam Norma penghitungan. Sebaliknya, jika mau melakukan pembukuan, masih sulit dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
Secara umum (seperti ilustrasi di Tabel 1), total beban pajak PT akan selalu lebih besar dari CV ataupun perorangan, karena adanya tambahan PPh pasal 23 yang harus dipotong dari dividen yang dibayarkan oleh PT, sedangkan pembagian hasil untuk CV tidak dikenakan pajak (bukan obyek pajak). Maka motivasi sesorang untuk lebih memilih bentuk usaha PT dari pada CV adalah factor-faktor lain selain factor pajak.

Tabel 2: Perbandingan Beban Pajak Penghasilan Dengan Penjualan Rp. 3 Miliar
Asumsi :
*a) Beban Usaha 80% dari Penjualan
*b) PTKP K/3 = Rp. 18.000.000
*c) Semua laba dibagikan dalam bentuk dividen dengan tarif 15%
Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa total beban pajak penghasilan terkecil adalah CV sebesar Rp. 450.000.000, diikuti Usaha Perorangan Rp. 479.600.000 dan yang terbesar adalah PT sebesar Rp. 652.500.000. Dengan demikian perbedaan besarnya total beban pajak yang dibayar oleh usaha perorangan dan PT/CV tergantung pada besarnya Penghasilan kena pajak (laba). Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tarif PPh pasal 17 untuk badan (dengan tariff maximum 25%) dan orang pribadi (dengan tariff maximum 30%).
PPh pasal 23 yang dipotong oleh PT atas dividen yang dibagikan sebesar 15% adalah tidak final, sehingga besarnya tariff efektif akan tergantung pada besarnya penghasilan pemegang saham (sebagai perorangan). Contoh: jika penghasilan kena pajak pemegang saham (perorangan) diluar dividen ini sudah mencapai Rp. 200.000.000, maka tariff efektif atas dividen ini menjadi 35% sehingga total beban pajak atas PT menjadi lebih besar lagi.

BAB III
KESIMPULAN

5.1      Kesimpulan
Pilihan bentuk usaha ternyata berpengaruh terhadap aspek PPh yang akan dihadapi oleh seorang investor. Kajian dari tiga pilihan apakah usaha perorangan, badan usaha yang modalnya tidak terbagi atas saham seperti CV atau Firma atau PT ternyata menunjukkan bahwa pilihan bentuk usaha yang tidak terbagi atas saham memiliki keuntungan pajak tersendiri. Keuntungan tersebut jika dibandingkan dengan usaha perorangan adalah pengenaan tarif pajak tertinggi yang lebih rendah dibandingkan tarif pajak tertinggi perorangan. Jika dibandingkan dengan bentuk PT maka keuntungan CV atau Firma adalah tidak dikenakannya pajak ganda (double tax) atas pembagian laba atau dividen.
Kajian di atas tentunya hanya memandang dari sudut perpajakan khususnya PPh dengan kondisi apapun bentuk usaha yang dipilih memberikan hasil yang sama bagi seorang investor. Secara lebih mendalam tentu pertimbangan pemilihan bentuk usaha tidaklah sesederhana itu. Banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan, seperti aspek tanggung jawab pemegang saham, aspek kemudahan akses ke pihak lain seperti bank, dan lain sebagainya. Namun demikian sudut pandang aspek pajak ini setidaknya dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih bentuk usaha.
Usaha bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pembagian atas tiga bentuk Badan Usaha tersebut bersumber dari Undang – Undang 1945 khususnya pasal 33. Di Indonesia kita mengenal 3 macam bentuk badan yaitu Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ), Koperasi dan Swasta. Bentuk badan usaha swastadapat dibagi kedalam beberapa macam : Perseorangan, Firma, Perserikatan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), Yayasan Pilihan bentuk badan usaha yang tersedia secara umum adalah berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Kommanditer (CV) atau Perorangan (Pribadi). Secara umum (seperti ilustrasi di Tabel 1), total beban pajak PT akan selalu lebih besar dari CV, karena adanya tambahan PPh pasal 23 yang harus dipotong dari dividen yang dibayarkan oleh PT, sedangkan pembagian hasil untuk CV tidak dikenakan pajak (bukan obyek pajak). Sedangkan (seperti ilustrasib tabel 2) perbedaan besarnya total beban pajak yang dibayar oleh usaha perorangan dan PT/CV tergantung pada besarnya Penghasilan kena pajak (laba). Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tariff PPh pasal 17 untuk badan (dengan tariff maximum 30%) dan orang pribadi (dengan tariff maximum 35%).

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak bukanlah satu-satunya alasan dalam pemilihan bentuk usaha, namun pemilihan bentuk usaha yang tepat dapat memberikan penghematan pajak.
5.2      Saran
 Pajak bukanlah satu-satunya alasan dalam pemilihan bentuk usaha, namun pemilihan bentuk usaha yang tepat dapat memberikan penghematan pajak. Sehingga dalam melakukan penghematan tersebut bisa dengan cara perencanaan pajak agar kewajiban perbajakan dapat dilakukan oleh wajib pajak dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan undang undang nomor 16 tahun 2009
Undang-undang republic Indonesia nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas undang undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
Pohan, chairil anwar. 2003. Manajemen perpajakan. Gramedia pustaka utama
Santoso, imam dan ning rahayu (2013. Corporate tax management, mengulas upaya pergelolaan pajak perusahaan secara konseprual-praktikal. Ortax
Nasikhudin. (2016. Artikel. Mengulas tentang memilih badan usaha yang tepat bagi perencanaan pajak. Ortax

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. jangan lupa klik suka ya