GOVERNANCE & PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
(GOOD GOVERNANCE)
KELOMPOK 1
• Nur Farida 1610247132
• Oetari Andari Prakoso 1610247134
• Refinia Widiastuty 1610247135
• Yeni Sapridawati 1610247130
• Yutri Nurmalasari 1610247138
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt yang telah senantiasa memberikan rahmat dan nikmat yang tiada terkira bagi kami. Sehingga dengan nikmat dan rahmat-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah sebagai tugas kelompok dalam mata kuliah “Governance & Pengelolaan Keuangan Negara”.
Terimakasih juga kami sampaikan kepada Bapak, yang telah memberikan tugas tersebut sehingga kami menjadi semakin mengerti tentang mata kuliah “Governance & Pengelolaan Keuangan Negara”, khususnya pada materi “Good Governance”. Selanjutnya, terimakasih kepada teman-teman dari kelompok lain yang telah berkenan mempelajari hasil dari tugas kami.
Sekian dari kami semoga bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi semua orang umumnya.
Pekanbaru, 28 September 2017
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suatu negara memiliki sistem pemerintahan yang berbeda – beda. Sistem pemerintahan disini dibuat oleh orang – orang yang memiliki pengetahuan lebih tentang cara pembuatan atau pelaksanaan sistem pemerintahan yang baik. Sistem pemerintahan terbagi menjadi 2 sistem pemerintahan, yaitu:
1. Sistem pemerintahan pusat.
Sistem pemerintahan pusat merupakan sistem pemerintahan yang menjadi ujung tombak dari segi pemerintahan daerah yang lainnya.
2. Sistem pemerintahan daerah atau desa
Sistem pemerintahan desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di indonesia korupsi berkembang mulai pemerintah pusat sampai derajat pemerintah lokal. Layaknya gurita, korupsi semakin kuat melilit dan mencengkeram sendi-sendi negeri ini. Segala upaya yang telah dilakukan untuk menahan dan memberantas pergerakan korupsi belum menunjukkan tanda-tanda kemenangan.
Dengan disahkannya UU NO. 6. Tahun 2014 Tentang Desa, maka desa mendapat atau menempati status baru dalam tata pemerintahan NKRI. UU ini memberikan penegasan bahwa desa merupakan sebuah wilayah yang memiliki otonominya sendiri. Desa memiliki hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri.
UU ini pula memberikan beberapa hal penting yang menjadi pendasaran dalam perkembangan desa pada masa yang akan datang, diantaranya: rekognisi (pengakuan); subsidiaritas (pelimpahan wewenang); dan pemberdayaan. Ketiga asas ini kemudian disusul dengan munculnya asas redistribusi untuk bisa berjalan sebagaimana yang diharapkan. Retribusi yang diterima oleh desa, bersumber dari APBN (dana desa); bagi hasil pajak dan retribusi daerah (alokasi dana desa).
Dengan pembaharuan desa yang demikian, maka bukan tidak mungkin beberapa persolan terkait penyelewengan penyelenggaraan desa akan bermunculan. Dana yang begitu besar dapat saja ditempatkan sebagai potensi terjadinya penyelewengan-penyelewengan tersebut. Oleh karena itu, bukanlah hal baru bahwa masyarakat senantiasa menuntut model pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan desa yang efektif dan efisien.
Penyelenggaran pemerintahan desa yang diharapakan haruslah mengacu pada beberapa prinsip, diantaranya: transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Dalam hal ini, ketiga prinsip pengelolaan tata pemerintahan ini dapat kita ulas dengan mengacu pada paradigma “good governance”.
Rumusan Masalah
Bagaimana implementasi Good Governance pada pengelolaan Dana Desa di Desa Tengganau, Kec.Pinggir, Kab.Bengkalis
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui implementasi Good Governance pada pengelolaan Dana Desa di Desa Tengganau, Kec.Pinggir, Kab.Bengkalis
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengertian Desa
Menurut Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang Desa, Desa didefinisikan sebagai “desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Pengertian keuangan desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 1 (10) yaitu “Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.”.
Penyelenggaraan pemerintahan desa diharapkan dapat mendorong
peningkatan kapasitas dan kemandirian melalui partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk sistem pemerintahan yang mengatur rencana pengembangan jangka panjang, kebijakan dan peraturan desa serta sumber pembiayaan pembangunan. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan tersebut, pemerintah desa perlu memperhatikan implementasi tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).
peningkatan kapasitas dan kemandirian melalui partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk sistem pemerintahan yang mengatur rencana pengembangan jangka panjang, kebijakan dan peraturan desa serta sumber pembiayaan pembangunan. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan tersebut, pemerintah desa perlu memperhatikan implementasi tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).
Asas-Asas Good Governance
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, terdapat Asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi:
1) Asas Kepastian Hukum
Yang dimaksud dengan “Asas Kepastian Hukum” adalah asas dalam negara
hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara
hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara
2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
Yang dimaksud dengan “Asas Tertib Penyelenggaraan Negara” adalah asas
yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam
pengendalian penyelenggaraan negara.
yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam
pengendalian penyelenggaraan negara.
3) Asas Kepentingan Umum
Yang dimaksud dengan “Asas Kepentingan Umum” adalah yang
mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif
dan selektif
mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif
dan selektif
4) Asas Keterbukaan
Yang dimaksud dengan “Asas Keterbukaan” adalah asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan
tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia
negara
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan
tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia
negara
5) Asas Proporsionalitas
Yang dimaksud dengan “Asas Proporsionalitas” adalah asas yang
mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara
Negara.
mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara
Negara.
6) Asas Profesionalitas
Yang dimaksud dengan “Asas Profesionalitas” adalah asas yang
mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
7) Asas Akuntabilitas
Yang dimaksud dengan “Asas Akuntabilitas” adalah asas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Alokasi Dana Desa
Menurut UU no 6 tahun 2014, dana desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota yang digunakan untuk membiayai penyelenggara pemerintah, pelaksanaan, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat. Alokasi dana desa adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Alokasi Dana Desa (ADD) sebagaimana dijelaskan diatas jumlahnya paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Pengalokasi ADD dalam APBDesa wajib memperhatikan peruntukan dengan persentase anggaran :
1. Paling sedikit 70% dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
2. Paling banyak 30% dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa, operasional pemerintah desa, tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa, dan insentif rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW).
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Menurut Pasal 24 Undang Undang No 6 Tahun 2014 tentang desa, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas:
1) kepastian hukum
Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
2) tertib penyelenggaraan pemerintahan
Yang dimaksud dengan “tertib penyelenggara pemerintahan” adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara Pemerintahan Desa
3) tertib kepentingan umum
Yang dimaksud dengan “tertib kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4) keterbukaan
Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) proporsionalitas
Yang dimaksud dengan “proporsionalitas” adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan Pemerintahan Desa
6) profesionalitas
Yang dimaksud dengan “profesionalitas” adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7) Akuntabilitas
Yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8) efektivitas dan efisiensi
Yang dimaksud dengan “efektivitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan harus berhasil mencapai tujuan yang diinginkan masyarakat Desa.
Yang dimaksud dengan “efisiensi” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tepat sesuai dengan rencana dan tujuan.
9) kearifan lokal
Yang dimaksud dengan “kearifan lokal” adalah asas yang menegaskan bahwa di dalam penetapan kebijakan harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat Desa.
10) keberagaman
Yang dimaksud dengan “keberagaman” adalah penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang tidak boleh mendiskriminasi kelompok masyarakat tertentu.
11) partisipatif.
Yang dimaksud dengan “partisipatif” adaah penyelenggara Pemerintah Desa yang mengikutsertakan kelembagaan Desa dan unsur masyarakat desa.
Tata Kelola Pemerintahan Desa
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa , Pada pasal 1 ayat 3 dirumuskan bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Jadi Pemerintah Desa merupakan organisasi penyelenggara Pemerintahan Desa yang terdiri atas:
1. Unsur pimpinan, yaitu Kepala Desa
2. Unsur pembantu Kepala Desa (Perangkat Desa), yang terdiri atas:
a. Sekretariat Desa
b. Pelaksana Kewilayahan
c. Pelaksana Teknis.
Teori Tentang Korupsi
Biasanya korupsi banyak memiliki defenisi atau pemahaman yang berbeda. Korupsi bisa diartikan sebagai menggunakan jabatan untuk keuntungan pribadi. Jabatan adalah kedudukan kepercayaan. Korupsi bisa berarti mengambil atau memungut uang bagi pelayanan yang sudah seharusnya diberikan, atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sahatau tidak baik. Korupsi bisa mencakup kegiatan yang sah dan tidak sah. Korupsi dapat terjadi di dalam sebuah organisasi, misalnya, penggelapan uang atau di luar organisasi, misalnya, pemerasan.
Korupsi yang sudah memasuki tahap akhir membawa implikasi berbahaya. Korupsi seperti ini biasanya ditemui dalam lingkup pemerintahan daerah (desa) di berbagai negara. Korupsi sistematis menimbulkan kerugian ekonomi karena mengacaukan insentif; kerugian politik karena meremehkan lembaga-lembaga pemerintahan; kerugian sosial karena kekayaan dan kekuasaan jatuh ke tangan orang yang tidak berhak. Apabila korupsi telah berkembang secara mengakar sedemikian rupa sehingga hak milik tidak lagi dihormati, aturan hukum dianggap remeh, dan insentif untuk investasi kacau, maka akibatnya pembangunan ekonomi dan politi akan mengalami lelacauan.
Adapun modus-modus terjadinya korupsi di tingkat desa antara lain:
1. Pengurangan alokasi Alokasi Dana Desa (ADD), misalnya, dana ADD dijadikan “kue” pegawai desa untuk kepentingan pribadi.
2. Pemotongan alokasi Bantuan Langsung Tunai (BLT), misalnya, pemotongan tersebut karena azas pemerataan, keadilan untuk didistribusikan keluarga miskin yang tidak terdaftar. Namun yang banyak terjadi bahwa pemotongan BLT lebih banyak disalah gunakan pengurusnya di tingkat desa.
3. Pengurangan jatah beras untuk rakyat miskin (raskin), misalnya, pemotongan 1-2 kg per Kepala Keluarga (KK). Apabila dijumlahkan maka akan menghasilkan jumlah yang besar yang kemudian hasilnya dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri.
4. Penjualan Tanah Kas Desa
5. Penyewaan Tanah Kas Desa (TKD) yang bukan haknya, misalnya, TKD untuk perumahan.
6. Pungutan liar suatu program padahal program tersebut seharusnya gratis, misalnya, sertifikasi (pemutihan) tanah, Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP).
7. Memalsukan proposal bantuan sosial, misalnya, menyelewengkan bantuan sapi.
Daya Rusak Korupsi
Kerusakan pribadi mental dimulai dari mengambil atau mencuri sesuatu (uang) yang bukan miliknya. Bagi negara berkembang, korupsi menjadi penghambat yang serius. berbagai sektor pembangunan akan terganggu bahkan lumpuh. Menurut Gunnar Myrdal menjelaskan bahwa daya rusak korupsi sebagai berikut:
1. Korupsi menciptakan dan memperbesar masalah-masalah yang disebabkan oleh berkurangnya hasrat untuk terjun ke sektor usaha dan pasar nasional yang mengalami kelesuan.
2. Permasalahan masyarakat yang majemuk semakin dipertajam oleh korupsi dan bersamaan dengan itu kesatuan negara juga melemah. Martabat pemerintah menurun maka korupsi juga bertendensi turut membahayakan stabilitas politik.
3. Adanya kesenjangan di antara para pejabat untuk menerima suap dan menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) yang mereka miliki, maka disiplin sosial menjadi kendur sementara efisiensi akan merosot. Implementasi rencana-rencana pembangunan yang telah dirumuskan akan dipersulit dan diperlambat karena alasan-alasan yang sama. Korupsi dalam hal ini sama sekali tidak berfungsi sebagai semir atau pelicin bagi proses pembangunan. Justru sebaliknya, korupsi dapat menjadi penghambat (bottleneck) bagi proses pembangunan yang direncanakan.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
LATAR BELAKANG KASUS
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis Nomor 5 tahun 2010 pasal 2 menjelaskan bahwa Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan dana perimbangan dari pemerintahan daerah kepada pemerintah desa dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat.
Dilanjutkan di dalam peraturan bupati Bengkalis Nomor 33 Tahun 2011 pasal 2 poin 1 tentang azas pengelolaan keuangan desa yang berbunyi: Keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparansi, akuntabilitas, partisipasi serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Desa Tengganau merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Pinggir Kabupatan Bengkalis, dimana di kabupaten tersebut terdiri dari dari 18 desa/ kelurahan yaitu:
No.
| ||
1
| ||
2
| ||
3
| ||
4
| ||
5
| ||
6
| ||
7
| ||
8
| ||
9
| ||
10
| ||
No.
| ||
11
| ||
12
| ||
13
| ||
14
| ||
15
| ||
16
| ||
17
| ||
18
| ||
19
|
Didalam menjalankan pemerintahan desa, Desa Tengganau memiliki struktur organisasi pada tahun 2013 sebagai berikut:
No
|
Jabatan
|
Jumlah
|
1
|
Ketua BPD
|
1
|
2
|
Wakil BPD
|
1
|
3
|
Sekertaris BPD
|
1
|
4
|
Bendahara BPD
|
1
|
5
|
Anggota BPD
|
11
|
6
|
Kepala Desa
|
1
|
7
|
Sekratasis Desa
|
1
|
No
|
Jabatan
|
Jumlah
|
8
|
Bendahara Desa
|
1
|
9
|
Kepala Urusan
|
5
|
10
|
Kepala Dusun
|
5
|
11
|
LKMD
|
9
|
12
|
RW
|
6
|
13
|
RT
|
24
|
14
|
Linmas
|
10
|
Di Pemerintahan desa banyak kebijakan, program, dan pelayanan public kurang responsive terhadap aspiresi masyarakat desa, hal tersebut karena:
1. para birokrat kebanyakan masih berorientasi pada kekuasaan bukannya menyadari peranannya sebagai penyedia layanan kepada masyarakat, contohnya seorang kepala desanya sangat sering jarang ada ditempat/ jarang sekali masuk kantor yang menjadi alasannya adalah sakit dan didapatkan info ternyata lagi diluar kota dan kadang kala masuk kantor hanya sebentar saja jarang sekali memiliki fuul time di kantor desa.
2. Budaya paternalistik yang memberikan keistimewaan bagi orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan birokrat tersebut juga mengakibatkan turunnya kualitas pelayanan publik.
3. Terdapat kesenjangan yang lebar antara apa yang diputuskan oleh pembuat kebijakan dengan apa yang benar benar dikehendaki masyarakat, contohnya dari pembangunan yang ada misalnya pembangunan jembatan dan parit yang terdapat dalam tabel 1.6, karena kurang kontrol ditahun sebelumnya bangunan jembatan mengakibatkan cepat rusak/ pembangunannya sudah mulai mengalami kerusakan.
Desa Tengganau Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis merupakan desa yang sedang giat untuk melaksanakan otonomi desa. Sebagai mana bentuk wujud perhatian PEMDA kabupaten Bengkalis mengeluarkan kebijakan tentang Anggaran Dana Desa(ADD) kepada Desa Tengganau yang setiap tahunnya semakin meningkat dari tahun 2010 – 2012, yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Daftar Jumlah Pertahun Alokasi Dan Desa (ADD) Di Desa Tengganau dari tahun 2010-2013
No
|
Tahun
|
Jumlah
|
1
|
2010
|
1.967.000.000
|
2
|
2011
|
2.130.000.000
|
3
|
2012
|
2.150.000.000
|
Realisasi Penerimaan Sumber Dana Yang Diterima Oleh Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan DesaTengganau
No
|
Sumber Dana
|
Sumber
|
Jumlah
|
1
|
Alokasi Dana Desa (ADD)@3X Luncuran Dana/ Tahun
|
PEMDA (Sebagai penyerahan tugas dan wewenang kepala pemerintah Desa)
|
Rp 2.150.000.000
|
2
|
Pendapatan Asli Desa (PADesa)
|
Proses administrasi desa (pengurusan surat menyurat)&Retribusi Pasar
|
Rp 10.500.000
|
3
|
Infrastruktur Bupati (INBUP)
|
Bantuan langsung dari Pemerintah kabupaten bengkalis
|
Rp 1.000.000.000
|
total
|
Rp 3.160.500.000
|
Dalam pelaksanaan program pembangunan di table atas kurang efektif direalisasikan, hal tersebut dapat terlihat dari table dibawah ini dimana banyak program pembangunan yang belum terealisasi sampai 100 %.
Adapun tujuan dari Alokasi Dana Desa (ADD) yang terdapat dalam perbup kab. bengkalis nomor 33 tahun 2011 dan diteruskan dengan peraturan desa tengganau adalah untuk :
1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan sesuai kewenangannya,
2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi desa,
3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa,
4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat desa. Pemerintah mengharapkan kebijakan Alokasi Dana
Dana ADD selain digunakan untuk gaji aparatur desa diatas serta pembangunan, ternyata juga digunakan untuk membiayai biaya- biaya lain seperti table dibawah ini:
FOKUS MASALAH
1. para birokrat kebanyakan masih berorientasi pada kekuasaan bukannya menyadari peranannya sebagai penyedia layanan kepada masyarakat, contohnya seorang kepala desanya sangat sering jarang ada ditempat/ jarang sekali masuk kantor yang menjadi alasannya adalah sakit dan didapatkan info ternyata lagi diluar kota dan kadang kala masuk kantor hanya sebentar saja jarang sekali memiliki fuul time di kantor desa.
2. Budaya paternalistik yang memberikan keistimewaan bagi orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan birokrat tersebut juga mengakibatkan turunnya kualitas pelayanan publik.
3. Terdapat kesenjangan yang lebar antara apa yang diputuskan oleh pembuat kebijakan dengan apa yang benar benar dikehendaki masyarakat, contohnya dari pembangunan yang ada misalnya pembangunan jembatan dan parit yang terdapat dalam tabel 1.6, karena kurang kontrol ditahun sebelumnya bangunan jembatan mengakibatkan cepat rusak/ pembangunannya sudah mulai mengalami kerusakan.
4. Sebagaian Besar Masyarakat tidak mengetahui tentang ADD, Artinya masyarakat tidak mengetahui informasi besarnya dana bantuan dari pemerintah Kabupaten/Kota kepada pihak pemerintah Desa, dalam bentuk ADD untuk setiap Desa.
ANALISA MASALAH
1. FOKUS MASALAH 1
· Fokus Masalah 1 tersebut melanggar Asas Kepentingan Umum, dimana seharusnya para birokrat harus lebih menyadari peranannya penyedia layanan kepada masyarakat dimana mereka harus mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.
· Fokus Masalah 1 juga melanggar asas kearifan lokal di dalam Pasal 24 Undang Undang No 6 Tahun 2014 karena seharusnya para birokrat menegaskan bahwa di dalam penetapan kebijakan harus memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat Desa.
2. FOKUS MASALAH 2
· Fokus masalah 2 juga melanggar Asas Kepentingan Umum, dimana para birokrat tidak seharusnya memberikan keistimewaan bagi orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan birokrat tersebut juga mengakibatkan turunnya kualitas pelayanan public.
· Fokus masalah 2 juga melanggar asas keberagaman di dalam Pasal 24 Undang Undang No 6 Tahun 2014 tentang desa dimana penyelenggaraan Pemerintahan Desa tidak boleh mendiskriminasi kelompok masyarakat tertentu.
3. FOKUS MASALAH 3
· Fokus masalah 3 melanggar asas kepastian hukum dimana seharusnya kebijakan yang dibuat oleh pembuat keputusan haruslah benar benar dikehendaki masyarakat
Namun pada kenyataannya yang terjadi di desa Tengganau, masyarakat tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dimana :
Berdasarkan dengan hasil wawancara dengan beberapa orang masyarakat, mereka mengatakan ; “Sepontan masyarakat mengatakan kurang setuju dengan pemerintah desa setiap mengadakan rapat selalu mengikutsertakan masyarakat, masyarakat mengatakan , dulunya memang pernah setiap kali rapa mengikut sertakan masyarakat, tetapi sekarang jarang bahkan bisa dikatakan tidak pernah lagi, masyarakat hanya tau seltelah terrelisasinya pembangunan saja bahwasanya pembangunan tersebut dikelola oleh pemerintah desa dari sumber dana ADD.”
· Focus masalah 3 juga melanggar asas efektivitas dan efisiensi di dalam Pasal 24 Undang Undang No 6 Tahun 2014 tentang desa karena kegiatan yang dilaksanakan harus berhasil mencapai tujuan yang diinginkan masyarakat Desa.
4. FOKUS MASALAH 4
· Dari focus masalah nomor 4 diatas bisa kita ketahui bahwasanya Desa Tengganau melanggar Asas Keterbukaan, dimana seharusnya pejabat-pejabat desa harus menginfirmasikan kepada masyarakat tentang adanya dana bantuan dari pemerintah Kabupaten/Kota kepada pihak pemerintah Desa, dalam bentuk ADD untuk setiap Desa.
Menurut Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang dimaksud dengan keterbukaan ini adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Kasus diatas mengutip hasil wawancara penulis skripsi yang kami sadur tersebut menemukan fakta bahwa :
“Dari hasil observasi penulis dilapangan melihat bahwa; “Pemerintah desa belum menyediakan informasi penggunaan dana ADD seperti spanduk dan baliho, berarti pemerintah desa belum optimal dalam menyediakan informasi penggunaan dana ADD kepada masyarakat”
“Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan kabak raskin
mengatakan; “Bahwa pemerintah desa memang pada tahun 2012 yang lalu telah membuat suatu papan pengumuman untuk memberikan kemudahan informasi kepada masyarakat terhadap pengelolaan dana ADD yang dikelola oleh pemerintah desa, namun itu hanya sebatas papan tulis saja dan mudah terhapus, dan pihak pemerintah desa juga menyadari bahwa ketersediaan media informasi kepada masyarakat terhadap pengelolaan dana ADD masih jauh belum sempurna.”
mengatakan; “Bahwa pemerintah desa memang pada tahun 2012 yang lalu telah membuat suatu papan pengumuman untuk memberikan kemudahan informasi kepada masyarakat terhadap pengelolaan dana ADD yang dikelola oleh pemerintah desa, namun itu hanya sebatas papan tulis saja dan mudah terhapus, dan pihak pemerintah desa juga menyadari bahwa ketersediaan media informasi kepada masyarakat terhadap pengelolaan dana ADD masih jauh belum sempurna.”
· Selain asas keterbukaan focus masalah nomor 4 juga melanggar Asas Akuntabilitas, Dimana seharusnya semua kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara tersebut seharusnya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
· Fokus masalah 4 juga melanggar asas Partisipatif.
Yang dimaksud dengan “partisipatif” adalah penyelenggara Pemerintah Desa yang mengikutsertakan kelembagaan Desa dan unsur masyarakat desa. Namun kenyataannya di Desa Tengganau kec.Pinggir ini Sebagaian Besar Masyarakat tidak mengetahui tentang ADD, Artinya masyarakat tidak mengetahui informasi besarnya dana bantuan dari pemerintah Kabupaten/Kota kepada pihak pemerintah Desa, dalam bentuk ADD untuk setiap Desa. Hal tersebut dapat dilihat dari observasi dari penulis skripsi yang datanya kami kutip “Dari hasil observasi dilapangan dilihat bahwa ; Kurangnya partisipasi masyarakat terhadap pembangunan yang dikelola oleh masyarakat desa tengganau, masyarakat hanya sekedar melihat dan memberikan argumen yang sifatnya hanya sesama masyarakat saja, dan masyarakat merasa sungkan untuk mengeluarkan pendapat kepada pemerintah desa sebenarnya baik, Sehingga bisa terwujud pembangunan yang baik yang sifatnya untuk kepentingan umum agar supaya bisa menjadi bahan cross ceeks bagi pemerintah desa itu sendiri”.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penulisan makalah ini adalah banyak prinsip-prinsip yang terdapat di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, terdapat Asas-asas umum penyelenggaraan negara ataupun Menurut Pasal 24 Undang Undang No 6 Tahun 2014 tentang desa, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang dilanggar dalam pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dan dilihat dari kasus diatas, pelaksanaan Good Governace bagi pemerintahan desanya belum berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 Tentang “Pengelolaan Keuangan Desa”
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang “Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme”
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang “Desa”
Widjaja, Otonomi Desa.Jakarta; PT Grafindo Persada.2012.
Dwiyanto, Agus, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008.
Media Online Fesbuk Banten News
Khairi, Ahmad. 2013. Analisis Implementasi Alokasi Dana Desa (Add) Bagi Peningkatan Pembangunan Di Desa Tengganau Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis Tahun 2012. Skripsi. Pekanbaru
Rosielita, Febby. Dkk. 2017. Implementasi Good Governance Pada Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (Studi Kasus Pada Desa Telaga, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng). e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 8 No: 2 Tahun 2017). Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. jangan lupa klik suka ya