• Top Menu
  • Daftar Isi
  • Disclaimer
  • Terms of Service
  • Privacy Policy

DATA KULIAH

collection of database on jobs and education

  • BERANDA
  • MATERI
    • Akuntansi dan Pajak
    • Ekonomi dan Bisnis
    • Aplikasi dan Program Akuntansi
      • Dounlowd Aplikasi
      • Tutorial
    • IPS
    • PKN dan KWN
    • POWERPOINT
    • KUMPULAN SOAL
    • MAPPING
  • JOB
    • INVESTASI
    • LOWONGAN KERJA
    • SURAT DAN PENGURUSAN IZIN
    • TIPS DAN TRIK
    • DESAIN CURRICULUM VITAE
  • JURNAL PENELITIAN
    • PAJAK
    • AUDIT
    • AKUNTANSI KEUANGAN
    • AKUNTANSI MANAJEMEN
    • AKUNTANSI SYARIAH
  • EBOOK
    • BUKU PELAJARAN SD
    • BUKU PELAJARAN SMP
    • BUKU PELAJARAN SMA
    • BUKU MATA KULIAH
    • BUKU LAIN-LAIN
  • PRODUK DAN INFO LAINNYA
    • PRODUK
    • INFO BEASISWA
    • INFO LOMBA
    • INFO WEBINAR/PELATIHAN
  • PASANG IKLAN
  • KONTAK KAMI
    • YOUTUBE
    • FACEBOOK
    • TWITTER
    • INSTAGRAM

REKONSILIASI FISKAL / RECONCILIATION OF FISCAL (MAKALAH)




2.1.  REKONSILIASI FISKAL
2.1.1.     PENGERTIAN REKONSILIASI FISKAL
Rekonsiliasi fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian pelaporan keuangan wajib pajak badan menurut ketentuan komersial diubah menjadi menurut ketentuan perpajakan atau fiskal. Rekonsiliasi fiskal pada hakikatnya adalah merupakan proses untuk mendapatkan angka laba fiskal atau laba kena pajak dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap laba komersial atau laporan laba rugi. Proses rekonsiliasi fiskal ini umumnya dilakukan oleh Wajib Pajak yang berbentuk perusahaan. Rekonsiliasi yang dilakukan akan menghasilan koreksi fiskal yang akan mempengaruhi besarnya laba kena pajak serta Pajak Penghasilan (PPh) terutang. Rekonsiliasi dilakukan terhadap pos-pos biaya dan pos-pos penghasilan dalam Laporan keuangan Komersial, antara lain :
1.       Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Final.
2.       Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
3.       Wajib Pajak mengeluarkan biaya-biaya yang sebenarnya tidak boleh menjadi pengurang penghasilan bruto
4.       Wajib pajak menggunakan metode pencatatan yang berbeda dengan ketentuan pajak
5.       WP mengeluarkan biaya-biaya yang dikeluarkan bersama-sama untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh Final atau pendapatan yang bukan Objek Pajak serta pendapatan yang dikenakan PPh non Final
Rekonsiliasi fiskal memiliki tujuan utama yaitu untuk menyajikan informasi sebagai bahan menghitung besarnya penghasilan kena pajak sesuai dengan self-assessment.
Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang diakibatkan oleh adanya perbedaan pengakuan metode, manfaat, dan umur, dalam menghitung laba secara komersial atau dengan secara fiskal. Koreksi fiskal dilakukan karena adanya perbedaan antara laba atau rugi menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto).


2.1.2.     LAPORAN KEUANGAN FISKAL
Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak. Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan penghitungan, khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan laba menurut perpajakan (fiskal). Laporan keuangan fiskal disusun berdasarkan Undang-undang dan Peraturan Perpajakan.
Pendekatan penyusunan laporan keuangan fiscal sebagai solusi antara ketentuan akuntansi dan pajak yaitu :
1.      Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktek akuntansi, Dalam pendekatan ini laporan keuangan fiscal murni disusun atas dasar perpajakan. Dengan demikian dalam melakukan pembukuan perusahaan menyusun laporan harus menurut ketentuan perpajakan dan menurut praktek pembukuan.
2.      Ketentuan pajakuntuk tujuan penyusunan laporan keuangan merupakan standar indepensi dari prinsip akuntansi, dalam pendekatan ini perusahaan bebas untuk menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsif dan metode akuntansi.
3.      Ketentuan pajak merupakan sisipan terhadap standar akuntansi, pendekatan ini laporan keuangan atas dasar standar akuntansi. Tetapi preferensi di berikan kepada ketentuan pajak apabila tidak sesuai dan sejalan dengan standar akuntansi.

Susunan laporan keuangan fiscal :
1.      Input berupa dokumen dasar
2.      Dicatat dalam buku harian jurnal
3.      Diklasifikasikan dengan pencatatan posting pada buku besar
4.      Untuk pengawasan, konfirmasi, dan klarifikasi maka di buat buku tambahan, seperti piutang, hutang dll
5.      Akhir periode akuntansi di susun neraca percobaan yang di sesuaikan terhadap fakta pada akhir tahun dan catatan penutup.
6.      Dari neraca percobaan tersebut dibuat laporan keuangan komersial
7.      Rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial dan fiscal di atur dalam ketentuan perpajakan
8.      Setelah laporan keuangan diatur dalam kketentuan perpajakan akan menghasilkan laporan keuangan fiscal.


2.1.3.     KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan fiscal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
            Pemerintah menjalankan kebijakan fiskal adalah dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian atau dengan perkataan lain, dengan kebijakan fiskal pemerintah berusaha mengarahkan jalannya perekonomian menuju keadaan yang diinginkannya. Dengan melalui kebijakan fiskal, antara lain pemerintah dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional, dapat mempengaruhi kesempatan kerja, dapat mempengaruhi tinggi rendahnya investasi nasional, dan dapat mempengaruhi distribusi penghasilan nasional.  Dua unsur utama dari fiskal adalah perpajakan dan pengeluaran publik.
Prinsip Dasar Fiskal
a.    Adam Smith
-          Keadilan (Equality)
-          Kepastian (Certainty)
-          Kemudahan (Convenience)
-          Efisiensi (Efficiency) 
b.   Edwin R.A. Seligman
-       Fiskal (Fiscal)
-       Administratif (Administrative)
-       Ekonomi (Economic)
-       Etika (Ethical) 
c.       Fritz Neumark
-       Kesepadanan pembiayaan (Revenue productivity)
-       Keadilan sosial (Social justice)
-       Pencapaian ekonomi (Economic goals)
-       Kemudahan (Ease Administration and compliance)

Jenis kebijakan fiscal dilihat dari segi teori :
a.    Jenis kebijakan fiscal pembiayaan fungsional
Merupakan kebijakan fiscal yang mengatur pengeluaran pemeritah dengan mempertimbangkan segala akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional  dan bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja.
b.   Jenis kebijakatan stabilisasi anggaran otomatis
Merupakan kebijakan fiscal yang mengatur pengeluaran pemeritah dengan mempertimbangkan besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program yang bertujuan agar menghemat pengeluaran pemerintah.
c.    Jenis kebijakan pengelolaan anggaran
Merupakan kebijakan yang dilakukan dengan mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan dan hutang untuk mencapai stabilitas ekonomi.

Jenis kebijakan fiscal dilihat dari segi perbandingan jumlah pengeluaran dengan jumlah penerimaan :
a.    Kebijakan Anggaran Seimbang
Kebijakan anggaran yang menyusun laporan seimbang antara jumlah penerimaan dan jumlah pengeluaran.
b.    Kebijakan Anggaran Surplus
Kebijakan anggaran dengan menyusun jumlah pengeluaran lebih kecil dibanding jumlah penerimaan.
c.    Kebijakan Anggaran Deficit
Kebijakan anggaran dengan menyusun jumlah pengeluaran lebih besar dibanding jumlah penerimaan.
d.   Kebijakan Anggaran Dinamis
Kebijakan anggaran yang dilakukan dengan cara terus menambah jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan sehingga semakin lama semakin besar jumlah penerimaan dan pengeluaran negara.

2.1.4.     JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis – jenis  perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 Tahun 1994 dan UU Nomor 17 Tahun 2000). Perbedaan antara standar akuntansi (SAK) dengan peraturan pajak (Fiskal)  disebabkan oleh perbedaan yang sifatnya tetap dan perbedaan yang sifatnya temporer. Untuk memahami penerapan PSAK 46 langkah pertama adalah memahami kedua perbedaan tersebut di atas.
Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu:

1.         Beda Tetap (Permanen)
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya. Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
a)       Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)
b)      Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh telah dikenakan PPh Final, contohnya:
-          Bunga Deposito dan Tabungan lainnya
-          Penghasilan berupa hadiah undian
-          Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan,
-          Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan
-          Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
-          dan sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:
a)    Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;
-          yang bukan objek pajak
-          yang pengenaan pajaknya bersifat final
-          yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
b)    Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan
c)    Pajak Penghasilan
d)    Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
e)    Biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh)

Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif atau koreksi positif. Koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh final, menyebabkan laba kena pajak berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang lebih kecil. Sedangkan koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang menjadi lebih besar.

2.       Beda Waktu (Temporer)
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena : Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun.Secara akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost with revenue.Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.
Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
a)       Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
b)      Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
c)       Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu dan sebagainya

Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
1)        Koreksi Positif
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan biaya yang telah diakuai dalam laporan laba rugi secara komersial menjadi semakin kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya penambahan Penghasilan Kena Pajak. Koreksi fiskal positif diantaranya:
-          Biaya yg dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham
-          Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
-          Pengeluaran dalam bentuk natura
-          Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kpd pemegang saham
-          Sumbangan atau bantuan
-          Pajak Penghasilan
-          Sanksi administrasi (Pajak)
-          Penyusutan/amortisasi
-          Dan lain – lain

2)        Koreksi Negatif
Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial sehingga semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak. Koreksi fiskal negatif diantaranya:
-          Penyusutan/amortisasi
-          Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
-          Dan lain - lain
Penyusutan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif tergantung hasil perhitungan apa lebih besar atau malah lebih kecil.Untuk lebih mendalami koreksi fiskal kita dapat juga membaca laporan audit akuntan publik atas laporan keuangan suatu perusahaan. Setiap perusahaan akan mempunyai pos yang berbeda atas koreksi fiskalnya.

2.1.5.     Teknik Rekonsiliasi Fiskal
Penghasilan
Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut  dari penghasilan menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah penghasilan tersebut pada penghasilan menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
Pasal 4 ayat (1) yang berisi : yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan  konomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk  menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a.      penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b.     hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c.      laba usaha;
d.     keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1)      keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2)      keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3)      keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4)      keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak pihak yang bersangkutan; dan
5)      keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
e.      Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f.      bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g.     dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h.     royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i.       sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j.       penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k.     keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l.       keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m.   selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n.     premi asuransi;
o.     iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p.     tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q.     penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r.       imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan surplus Bank Indonesia.

Pasal 4 Ayat (2) yang berisi Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a.       penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b.      penghasilan berupa hadiah undian;
c.       penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d.      penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e.       penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 4 Ayat (3) yang berisi Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
a.       1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b.      warisan;
c.       harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d.      penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
e.       pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f.       dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
-          dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
-          bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
g.      iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h.      penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i.        bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
j.        dihapus;
k.      penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
l.        merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
m.    sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
n.      bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Beban (Biaya)
Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
Jika suatu biaya atau pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah biaya atau pengeluaran teersebut pada biaya menurut akuntansi yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.

Pasal 6 Ayat (1) berisi tentang Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
1.      biaya pembelian bahan;
2.      biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3.      bunga, sewa, dan royalti;
4.      biaya perjalanan;
5.      biaya pengolahan limbah;
6.      premi asuransi;
7.      biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
8.      biaya administrasi; dan
9.      pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b.      penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
c.       iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d.      kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e.       kerugian selisih kurs mata uang asing;
f.       biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g.      biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h.      piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1.      telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2.      Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3.      telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4.      syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
i.        sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j.        sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k.      biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
l.        sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
m.    sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9 Ayat 1 berisi tentang besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
a.       pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b.      biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c.       pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1.      cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2.      cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3.      cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4.      cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5.      cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6.      cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
d.      premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
e.       penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
f.       jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
g.      harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
h.      Pajak Penghasilan;
i.        biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
j.        gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
k.      sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.


2.2.            KREDIT PAJAK
2.2.1.    Pengertian Kredit Pajak
Pengertian kredit pajak adalah memperhitungkan pajak penghasilan yang telah dibayar atau dipungut di muka dengan jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun pajak. Sebagaimana telah diketahui, bahwa wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak pada saat penghasilan diperoleh atau diterima dan bersifat tidak final (dapat sebagai kredit pajak), terkait dengan PPh pasal 21, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23.
Sedangkan segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai kredit pajak. Demikian pula untuk pajak penghasilan yang dipungut atau dibayar di luar negeri oleh wajib pajak dalam negeri. Pajak penghasilan yang telah dipungut di luar negeri dapat dikurangkan dengan pajak penghasilan yang terhutang di Indonesia, bila telah ada perjanjian kerjasama timbal balik (tax treaty) di bidang perpajakan antara Indonesia dengan Negara lain. Bila belum ada perjanjian pajak, maka wajib pajak tidak dapat melakukan kredit pajak. Perhitungan besarnya pajak yang dapat dikreditkan terhadap pajak terutang atas seluruh penghasilan yang telah dipungut di luar negeri diatur dalam pasal 24.
Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan  adalah pajak yang dibayar sendiri  oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam  Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan  tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau  dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau  terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan  kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan  yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian  pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak  yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang  terutang.


2.2.2. Dasar Hukum
-          UU No. 6/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 18/2009 (UU KUP).
-          UU No. 7/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 36/2008 (UU PPh).
-          Keputusan Menteri Keuangan No.164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri

2.2.3. Perlakuan Dalam Praktek
Berdasarkan pasal 24 ayat 1 dan ayat 2 UU PPh dinyatakan bahwa: 
•       Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
•       Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
Agar dapat melakukan kredit pajak dengan baik, ada baiknya kita perlu memperhatikan dasar pengakuan penghasilan. Dari dua ayat tadi kita dapat peroleh pengertian bahwa:
a.      Penghasilan yang “diterima” mengindikasikan bahwa penghasilan diakui pada saat dibayar (cash basis), sedangkan penghasilan “diperoleh” menunjukkan penghasilan diakui pada saat terjadinya walaupun uang belum diterima (accrual basis). Pajak penghasilan di luar negeri ini bisa jadi telah dibayar (cash basis) atau belum dibayar atau terutang (accrual basis)oleh wajib pajak
b.      Pajak yang telah dibayar atau terutang di luar negeri dapat digunakan sebagai pengurang (kredit pajak) pajak yang terutang atas seluruh penghasilan pada tahun pajak yang sama
c.      Batas kredit ditentukan menurut undang-undang
d.     Besarnya kredit pajak tidak boleh melebihi jumlah batas kredit pajak
2.2.4. Penggabungan Penghasilan 
        Wajib pajak menggabungkan (menjumlahkan) penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh didalam negeri, guna menentukan jumlah pajak penghasilan yang terutang pada tahun pajak berdasarkan tarif normal (pasal 17). Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan dengan ketentuan berikut :
-          Untuk penghasilan dari usaha dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut
-          Untuk penghasilan lainnya dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut
-          Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
        Indonesia menganut kredit pajak dengan metode ordinary credit.Kredit pajak luar negeri lebih lanjut diatur berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 164/KMK.03/2002. Pajak penghasilan luar negeri yang dapat dikreditkan hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak. Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut UU ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.
       Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa Negara, maka pengitungan kredit pajak dilakukan untuk masing-masing Negara. Kredit pajak dihitung dengan perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan kena pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan kena pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena pajak dalam hal Penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.


2.2.5. Jenis-Jenis Kredit Pajak

Kredit Pajak Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT
• Pasal 22   : Pemungutan PPh dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
• Pasal 23   : Pemotongan PPh dari dividen, bunga, royalty, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan lain.
• Pasal 24   : Pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan.
• Pasal 25   : Pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri 

:
a.       Kredit Pajak PPh Pasal 22.
Pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga-lembaga Negara lainnya. Pajak ini berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barangdan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Tarif Pajak
-          Atas Impor:
o   Ada API (Angka Pengenal Impor)à 2.5% x nilai impor (CIF + BM)
o   Tdk ada API Ã  7.5% x nilai impor
o   Lelang Ã  7.5% x harga jual lelang

-          Atas pembelian barang yang dipungut oleh Pemungut Pajak:
o   1.5% x harga pembelian
-          Yang wajib dipungut oleh industri dan eksportir yang bergerak di sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul:
o   0.5% x harga pembelian (tdk termasuk PPN)
-          Atas penjualan hasil produksi atau pembelian yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang tertentu:
o   Di bidang industri semen: 0.25% x DPP PPN
o   Di bidang industri baja: 0.3% x DPP PPN
o   Di bidang industri kertas: 0.1% x DPP PPN
-          Atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor: 0.45% x DPP PPN
-          Tarif PPh Pasal 22 yang ditetapkan untuk Pertamina dan Badan Usaha lainnya yang bergerak di bidang bahan bakar minyak:
SPBU Swasta                   SPBU Pertamina
Premix        0.3% x penjualan               0.25% x penjualan
Solar           0.3% x penjualan               0.25% x penjualan
Premix/       0.3% x penjualan               0.25% x penjualan
Super TT
Minyak tanah                                          0.3% x penjualan
Gas LPG                                                 0.3% x penjualan
Pelumas                                                   0.3% x penjualan

b.      Kredit Pajak PPh Pasal 23.
Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari: modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Ps. 21 yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah atau Subjek Pajak Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan, BUT.
Saat terutangnya pajak
       Terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan bersangkutan, mana yang terjadi terlebih dulu.
Pemotong Pajak
-          Badan Pemerintah
-          Subjek Pajak badan dalam negeri
-          Penyelenggara kegiatan
-          BUT
-          Orang pribadi sebagai WP dalam negeri tertentu (akuntan, arsitek, dokter, notaris, orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa).


Tarif Pajak
-          15% dari jumlah bruto atas dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh ps. 21 (yang diperoleh oleh WP badan dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan)
-          15% dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (kecuali sewa tanah dan bangunanà final tax)
-          imbalan sehubungan dengan jasa lain, misal jasa manajemen, jasa kesehatan, dll. sebesar 2%

c.       Kredit Pajak PPh Pasal 24.
PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri
       Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation
Penggabungan Penghasila yang berasal dari LN dilakukan sbb:
-          Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis)
-          Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis)
-          Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan .
Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut:
-          Jumlah Pajak yang terutang atau dibayar di Luar Negeri
-          ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17
-          Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).
Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap Negara (per Country Limitation): Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing Negara.

Rugi Usaha di Luar Negeri
        Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima di dalam negeri (Indonesia).

d.      Kredit Pajak PPh Pasal 25.
Dalam sistem perpajakan Indonesia dikenal istilah cicilan bulan Pajak Penghasilan yang merupakan pembayaran pendahuluan atas PPh yang akan terutang di akhir tahun berdasarkan SPT Tahunan PPh, yang dikenal dengan Angsuran PPh Pasal 25.

Perhitungan Kredit Pajak
1. PPh Dipotong/Dipungut pihak lain
a) Kredit Pajak Dalam Negeri
• PPh Pasal 21                               xxx
• PPh Pasal 22                               xxx
• PPh Pasal 23                               xxx                     xxx
b) Kredit Pajak Luar Negeri
• PPh Pasal 24                                              xxx

2. PPh Yang dibayar sendiri
• PPh Pasal 25                                              xxx
  Jumlah Kredit Pajak                                   xxx

Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh  penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh  dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat  terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau  diperoleh di luar negeri, ketentuan ini mengatur tentang perhitungan  besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.

Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri  yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia  hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang  diterima atau diperoleh Wajib Pajak.

Contoh :
PT A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. Z Inc. tersebut dalam tahun 1995 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.00. Pajak Penghasilan yang  berlaku di negara X adalah 48% dan Pajak Dividen adalah 38%. 

Penghitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut: 
Keuntungan Z Inc                                                                                 US$ 100,000.00
Pajak Penghasilan (Corporate income tax) atas Z Inc.: (48%)            US$ 48,000.00 (-)
                                                                                                            US$ 52,000.00
Pajak atas dividen (38%)                                                                        US$ 19,760.00 (-)
Dividen yang dikirim ke Indonesia                                                        US$ 32,240.00

Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terutang atas PT A adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlah sebesar US$ 19,760.00.

Pajak Penghasilan (Corporate income tax) atas Z Inc. sebesar US$  48,000.00 tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan  yang terutang atas PT A, karena pajak sebesar US$48,000.00  tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang  diterima atau diperoleh PT A dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc. di negara X.

2.3.    Pajak Akhir Tahun

Dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang  Pajak Penghasilan Pasal 28 ayat 1 disebutkan bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan berupa :
a. pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
b. pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
c. pemotongan pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalti sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
d. pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
e. pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
f. pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5).

Pasal tersebut memiliki penjelasan bahwa pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ataupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan

Contoh: 
Pajak Penghasilan yang terutang                                                                  Rp 80.000.000,00
Kredit pajak:
Pemotongan pajak dari pekerjaan (Pasal 21)          Rp   5.000.000,00
Pemungutan pajak oleh pihak lain (Pasal 22)         Rp 10.000.000,00
Pemotongan pajak dari modal (Pasal 23)                Rp   5.000.000,00
Kredit pajak luar negeri (Pasal 24)                          Rp 15.000.000,00
Dibayar sendiri oleh wajib pajak (Pasal 25)            Rp 10.000.000,00
Jumlah Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan                                        Rp 45.000.000,00
Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar                                             Rp 35.000.000,00

Dalam pasal 28 ayat 2 disebutkan bahwa sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku tidak boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 28A disebutkan bahwa apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya. Pasal ini memiliki penelasan bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak. Hal-hal yang harus menjadi pertimbangan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak adalah: 

a. kebenaran materiil tentang besarnya pajak penghasilan yang terutang;
b. keabsahan bukti-bukti pungutan dan bukti-bukti potongan pajak serta bukti pembayaran   pajak oleh Wajib Pajak sendiri selama dan untuk tahun pajak yang bersangkutan. 

Oleh karena itu untuk kepentingan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat lain yang ditunjuk diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan atas laporan keuangan, buku-buku, dan catatan lainnya serta pemeriksaan lain yang berkaitan dengan penentuan besarnya pajak penghasilan yang terutang, kebenaran jumlah pajak dan jumlah pajak yang telah dikreditkan dan untuk menentukan besarnya kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan. Maksud pemeriksaan ini untuk memastikan bahwa uang yang akan dibayar kembali kepada Wajib Pajak sebagai restitusi itu adalah benar merupakan hak Wajib Pajak.

Dalam Pasal 29 disebutkan apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar  daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Yang memiliki penjelasan bahwa pasal 29 mewajibkan Wajib Pajak untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan Undang-Undang ini sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan dan paling lambat pada batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan. Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi paling lambat tanggal 31 Maret bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 30 April bagi Wajib Pajak badan setelah tahun pajak berakhir, sedangkan apabila tahun buku tidak sama dengan tahun  kalender, misalnya dimulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, kekurangan pajak wajib dilunasi paling lambat tanggal 30 September bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 31 Oktober bagi Wajib Pajak badan.







2.4.    Contoh Kasus
URAIAN
KOMERSIAL
Peredaran Usaha


Penjualan
    40.500.000.000
Harga Pokok Penjualan 


Pembelian
    35.000.000.000

Persediaan Awal
      6.000.000.000

Persediaan Akhir
      4.000.000.000
Harga Pokok Penjualan 
    37.000.000.000
Laba Bruto
      3.500.000.000



Biaya Operasi dan Umum:
1
Gaji
      1.200.000.000
2
Sewa
         250.000.000
3
Biaya Perjalanan
         191.000.000
4
Perbaikan & Pemeliharaan+B34
         135.000.000
5
Promosi
         220.000.000
6
Penelitian dan Pengembangan
         300.000.000
7
Penghapusan Piutang Tidak Tertagih
         125.000.000
8
Bongkar Muat
           35.000.000
9
PKB, PBB, Bea Meterai
           20.000.000
10
Telp / Fax
           50.000.000
11
Listrik / Air
           45.000.000
12
Pajak & Perijinan
           30.000.000
13
Profesional Fee
           17.500.000
14
Asuransi Kerugian & Kebakaran
           15.000.000
15
Penyusutan
         200.000.000
16
Training Ke Luar Negeri -Manager
         150.000.000
17
Sumbangan & Bantuan
         122.000.000
18
Natura
         150.000.000
19
Lain-lain
           82.000.000
Total Biaya
      3.337.500.000
Laba Usaha
         162.500.000
Pendapatan & Beban Lain-lain:

1
Dividen dari PT. AGAR (saham 20%)
           50.000.000
2
Dividen dari PT. KITA (saham 26%)
           30.000.000
3
Pendapatan Sewa Mobil
           40.000.000
4
Keuntungan Penj. Tanah
           25.000.000
5
Bantuan Dari PT. SEGALANYA
           10.000.000
6
Jasa Giro di Bank BCA
             1.500.000
7
Keuntungan Selisih Kurs
             5.000.000
Total Pendapatan & Beban Lain-lain
         161.500.000
Laba Tahun Berjalan Sebelum PPh
         324.000.000

Keterangan Data Keuangan :





1
Dalam pembelian terdapat pembelian, ada biaya yang tidak dapat dibuktikan (tidak ada daftar nominatif) sebesar Rp 5.000.000.

2
Dalam biaya gaji & tunjangan, dapat dirinci sbb:

-
Gaji, bonus, THR
   1.050.000.000

-
Premi JKK, JKM, JPK Ke Jamsostek
        30.000.000

-
Iuran Pensiun Karyawan Dibayar Perush.
        20.000.000
 

-
PPh 21 ( Ditanggung Perusahaan)
        30.000.000

-
Tunjangan Kesehatan & Tunjangan Transportasi
        70.000.000


   1.200.000.000
4
Dalam biaya sewa, dapat dirinci sbb:

-
Sewa Gedung Kantor
      200.000.000

-
Sewa Kendaraan
        50.000.000

      250.000.000
5
Dalam biaya perjalanan dinas, dapat dirinci sbb:

-
Perjalanan Dinas Dalam Negeri
        30.000.000

-
Perjalanan Dinas Dalam Rangka Litbang Luar Negeri
      145.000.000

-
Uang Saku Untuk Perjalanan Dinas
        15.000.000


-
Airport Tax
          1.000.000

      191.000.000
6
Dalam Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan, dapat dirinci sbb:

-
Bangunan Kantor
      110.000.000

-
Mobil Yang Disewakan
        25.000.000

      135.000.000
7
Dalam biaya promosi, dapat dirinci sbb:

-
Pameran Produk Baru
      130.000.000

-
Presentasi (Tidak dapat dibuktikan)
        50.000.000

-
Iklan Surat Kabar
        40.000.000

      220.000.000
8
Dalam biaya Litbang, dapat dirinci sbb:

-
Survei di Vietnam
      250.000.000

-
Survei di Irian Jaya
        50.000.000

      300.000.000
9
Biaya tersebut merupakan penghapusan kepada 1 rekanan, sudah dijurnal, dibuatkan daftar nominatif, tapi tidak diiklankan di media.
10
Dalam biaya PKB, PBB, Bea Meterai terdapat pembayaran untuk Mess karyawan Rp 3.000.000.
11
Beban Pajak & Perijinan adalah pembayaran kepada Notaris karena pengurusan surat-surat perusahaan
12
Atas jasa pembuatan DSIGN LOGO, perusahaan mengeluarkan beban fee sebesar Rp 17.500.000 kepada Tuan SAPTO yang

tercatat sbg komisaris PT. TERSENYUMLAH. Jasa Design sejenis bila diselesaikan pihak lain, hanya memerlukan biaya Rp 15.000.000
13
Penyusutan Fiskal Rp 110.000.000
14
Dalam biaya sumbangan, bantuan, zakat dapat dirinci sbb:

-
Sumbangan HUT RI
          5.000.000

-
CSR:

1. Dalam bentuk uang
        25.000.000

2. Dalam bentuk sarana/barang
        15.000.000

-
Hibah ke Yayasan Panti Asuhan
        50.000.000

-
Sumbangan olah raga ke PBSI
        20.000.000

-
Zakat langsung diberikan ke Saudara karyawan Perush.
          7.000.000

      122.000.000
15
Dalam biaya natura & kenikmatan, dapat dirinci sbb:

-
Beras, Kecap, Gula (jika dinilai harga pasar)
        25.000.000

-
Pulsa HP untuk Manager
        10.000.000

-
Rumah (Mess) Untuk Karyawan
          5.000.000

-
Biaya Makan Minum Karyawan
      100.000.000

-
Biaya Operasional Sedan Direksi Dibawa Pulang
        10.000.000

      150.000.000
16
Dalam biaya lain-lain, dapat dirinci sbb:

-
Biaya Jamuan Makan Relasi / Entertainment
        50.000.000


-
Biaya rekreasi karyawan (Outbond)
        25.000.000

-
Biaya Ikut Seminar Pajak SPT Tahunan
          2.000.000

-
Biaya Keperluan Dapur Kantor (Ada Bukti)
          5.000.000

        82.000.000
17
Harga Beli Rp 600.000.000,- Dijual Rp 625.000.000,-
18
Tidak ada hubungan apapun antara PT. TERSENYUMLAH dengan PT. SEGALANYA



BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

1.      Rekonsiliasi Fiskal, yaitu suatu mekanisme untuk menyesuaikan laporan keuangan komersial perusahaan menjadi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. 
2.      Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu beda tetap (permanen) dan beda waktu (sementara). Beda waktu dibedakan menjadi koreksi positif dan negatif.
3.      Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara; Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal, maka kurangkan sejumlah penghasilan tersebut  dari penghasilan menurut akuntansi, begitupun sebaliknya, dan Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi, begitupun sebaliknya.
4.      Formulir SPT Tahunan PPh Badan ada dua jenis; yaitu SPT dengan kode 1771 dan SPT berkode 1771/$. SPT 1771 diperuntukkan untuk WP Badan pada umumnya yang meliputi WP Badan yang berbentuk hukum : PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/D, koperasi, yayasan dan lain-lain.

3.2  Saran
Dengan adanya Rekonsiliasi Fiskal diharapkan para Wajib Pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.Sedangkan bagi pemerintah diharapakan dapat meningkatkan pengawasan dalam penyelenggaraan pembayaran pajak.
                                                            















DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Mardiasmo, M. A. (2011). Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.

Resmi, Siti. 2014. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat

Waluyo. 2011. “Perpajakan Indonesia”. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Konsultindo, Mitra. 2013. Konsultan Pajak Jakarta Jasa-SPT Tahunan PPh Badan dalamhttp://www.mitrakonsultindo.co.id/pajak-penghasil-badan/konsultan-pajak-jakarta-jasa-spt-tahunan-pph-badan/ diakses tanggal 01 Juni 2015

Seno. 2012. Teknik Rekonsiliasi Fiskal dalam http://senoverserira.blogspot.com/2012/12/teknik-rekonsiliasi-fiskal.html diakses tanggal 01 Juni 2015
                                                                                                     

Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas tentang :
Judul: REKONSILIASI FISKAL / RECONCILIATION OF FISCAL (MAKALAH)
Semoga informasi mengenai REKONSILIASI FISKAL / RECONCILIATION OF FISCAL (MAKALAH) bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. jangan lupa klik suka ya

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Lihat versi seluler
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

komentar

Translate

Video Youtube

Popular Posts

  • DAFTAR AKUN AKUNTANSI DALAM BAHASA INGGRIS DAN ARTINYA
  • CARA MENGISI SLIP SETORAN BANK
  • Surat Permohonan Perluasan Jaringan Listrik (PLN)
  • PROPOSAL PENGAJUAN DANA UNTUK KUNJUNGAN ANTAR UNIVERSITAS KE LUAR NEGERI
  • Surat Permohonan Appraisal
  • FORMAT KARTU HUTANG PIUTANG
  • UAS Ekonomi Manajerial
  • BERITA ACARA SERAH TERIMA KUNCI BANGUNAN ( BAST KUNCI & BANGUNAN )
  • Permohonan Sales Fee Marketing

Arsip Blog

  • ►  2024 (18)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2023 (57)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (1)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Maret (23)
    • ►  Februari (15)
  • ►  2022 (113)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Maret (55)
    • ►  Februari (47)
  • ►  2021 (13)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (3)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
  • ►  2020 (18)
    • ►  Desember (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (11)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (630)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (4)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (617)
  • ►  2018 (364)
    • ►  Desember (251)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (34)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (12)
    • ►  Maret (20)
    • ►  Februari (11)
    • ►  Januari (6)
  • ▼  2017 (165)
    • ►  Desember (18)
    • ►  November (66)
    • ►  Oktober (62)
    • ►  September (12)
    • ▼  Agustus (6)
      • MORRISSEY FORGINGS, Inc { Activity-Based Manageme...
      • Assesment of Control Risk (Penilaian Risiko Pengen...
      • REKONSILIASI FISKAL / RECONCILIATION OF FISCAL (MA...
      • CONTOH REKONSILIASI FISKAL
      • PPT REKONSILIASI FISKAL
      • INSTRUMEN KEUANGAN ( INSTRUMENTS FINANCE )
    • ►  April (1)
  • ►  2016 (3)
    • ►  Maret (3)
  • ►  2012 (3)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (1)
  • ►  2011 (2)
    • ►  Desember (2)

facebook

Laporkan Penyalahgunaan

Total Tayangan Halaman

d4t4 kul14h. Diberdayakan oleh Blogger.