DOULOAWD MAKALAH
PEMBEBASAN BIAYA INTRA GROUP SERVICES MELALUI METODE INDIRECT CHARGE : STUDI KASUS TRANSFER PRICING DI SWEDIA DALAM WORD
PEMBEBASAN BIAYA INTRA GROUP SERVICES MELALUI METODE INDIRECT CHARGE : STUDI KASUS TRANSFER PRICING DI SWEDIA DALAM WORD
“
PEMBEBASAN BIAYA INTRA GROUP SERVICES MELALUI METODE INDIRECT CHARGE : STUDI
KASUS TRANSFER PRICING DI SWEDIA”
KELOMPOK
3
Anggota
Kelompok
Nur Farida
Oetari Andari
Prakoso (1610247134)
Refinia
Widiastuty
Yeni Sapridawati
Yutri Nurmala
Sari
MAGISTER
AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
Th. 2016 / 2017
BAB
I
PENDAHULUAN
.1.
LATAR
BELAKANG
Masalah perpajakan internasional salah
satunya adalah transfer pricing, yaitu kegiatan mentransfer laba dari
perusahaan dalam negeri ke perusahaan yang memiliki hubungan istimewa di negara
lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar
harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar dan membiayakan biaya-biaya
lebih besar daripada harga yang sewajarnya. Transfer pricing merupakan
isu sentral saat ini yang dialami oleh seluruh dunia yang terhubung dalam
jaringan perdagangan internasional. Banyak perusahaan sering melakukan transfer
pricing guna memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan pajak, karena pajak
dianggap sebagai beban yang mengurangi keuntungan. Praktik transfer pricing
terjadi dalam rangka transaksi penjualan harta berwujud, pengalihan harta tidak
berwujud, penyerahan jasa, transaksi finansial, berbagai bentuk kontrak usaha,
dan cost sharing atau cost contribution arrangements (Gunadi, 2007, p. 224).
Transfer pricing dulunya merupakan
salah satu cara pengusaha dalam mengoperasikan usahanya umtuk mengukur kinerja
setiap departemen dalam satu perusahaan. Transfer pricing digunakan
untuk mengukur efektifitas departemen dari suatu perusahaan untuk melihat
kinerja keseluruhan perusahaan tersebut, Suandy (2006). Makna arti tersebut
berubah dimana pergeseran laba yang mengakibatkan kerugian di dunia perpajakan.
Pergeseran ini digunakan oleh Waib Pajak sebagai salah satu cara tax
planning untuk menghemat pajak dengan menggunakan kelemahan peraturan di
suatu negara. Biasanya tax planning ini dilakukan oleh perusahaan
multinasional yang bergerak atau yang mempunyai anak perusahaan di berbagai
negara. Transfer pricing menjadi masalah besar bagi aparat pajak suatu
negara jika ada yang merasa dirugikan dan inilah yang menjadi permasalahan transfer
pricing di dunia perpajakan.
Salah
satu bentuk transaksi terkait transfer pricing yang umumnya
dilakukan oleh perusahaan Multinational Corporation (MNC) ialah transaksi jasa
antar grup usaha atau sering disebut dengan Intra-Group Service.
Transaksi ini umumnya lazim dilakukan dalam proses binis guna memperoleh profit
yang sebesar-besarnya bagi grup usaha tersebut. Salah satu bentuk Intra-Group
Service yaitu melalui pemberian jasa manajemen, jasa teknik atau jasa
lainnya dari satu entitas (pemberi jasa) di negara dengan tarif pajak rendah,
memberikan jasa kepada entitas lainnya di negara dengan tarif pajak yang
tinggi. Melalui skema tersebut, maka MNC dapat mengakui service
expense sebagai beban yang akan menjadi pengurang penghasilan bagi
entitas di negara yang memiliki tarif tinggi. Sedangkan bagi entitas pemberi
jasa akan menjadi tambahan penghasilan di negara dengan tarif pajak rendah.
Pada kondisi inilah, penghasilan kena pajak akan berpindah dari entitas di
negara tarif pajak tinggi ke entitas di negara tarif pajak yang rendah (profit
shifting) melalui pemberian Intra-Group Service.
Namun
akibat dari skema intra-group service ini membuat beberapa source country,
termasuk salah satunya Indonesia merasa dirugikan sehingga perlu diatur secara
jelas terkait transaksi yang dilakukan oleh pihak afiliasi melalui skema
pemberian Intra-Group Service. Di Indonesia aturan mengenai Intra-Group
Service ini diatur dalam PER – 22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan
Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.Pada lampiran PER –
22/PJ/2013 dijelaskan bahwa intra-group service merupakan suatu aktivitas yang
diberikan oleh suatu pihak dalam suatu grup usaha yang memberikan manfaat bagi
satu atau lebih anggota lain dalam grup usahanya.
Didalam
Makalah ini kami juga membahas kasus mengenai bagaimana aspek
Pembebanan biaya intra group services melalui metode inderct charge: studi
kasus transfer pricing di swedia.
.2.
RUMUSAN
MASALAH
Masalah yang
akandibahasdalammakalahiniadalahapa dan bagaimanaaspek Pembebanan biaya intra
group services melalui metode inderct charge: studi kasus transfer pricing di
swedia.
.3.
TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
untuk membahas apa dan bagaimana aspek Pembebanan biaya intra group services
melalui metode inderct charge: studi kasus transfer pricing di swedia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Jasa Intragrup
Jasa intragrup adalah aktivitas yang diberikan suatu
pihak dalam suatu grup usaha yang memberikan mafaat bagi satu atau lebih
anggota lain dalam grup usahanya. Jasa intragrup dapat berupa jasa manajemen,
jasa administrasi, jasa teknik, jasa pendukung, jasa pembelian, jasa pemasaran,
jasa distribusi, dan jasa komersial lainnya yang diberikan berkaian dengan
sifat bisnis grup tersebut.
Menurut Narayan Mehta (2003) dalam
tulisannya yang berjudul “Formulating an
Intragroup Management Fee Policy: An Analysis from a Transfer Pricing and
International Tax Perspective” Intra-group service adalah jasa yang
diberikan oleh salah satu anggota grup perusahaan multinasional demi
kepentingan salah satu atau lebih aggota grup tersebut. Dalam kasus-kasus
tertentu intra-group service dapat
diberikan kepada lebih dari satu perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.
dalam transfer pricing biasanya intra-group
service menjadi signifikan apabila diberikan kepada perusahaan yang
memiliki hubungan istimewa yang berada di wilayah dengan peraturan per pajakan
yang berbeda.
“An
intra-group service is a service performed by one member of a multinational
group for the benefit of one or more related members of the same group.
In some cases,
intra-group services may
be performed bya parent company or a sister company for
one or more related parties. In a transfer pricing context, such intra-group
services become significant when they are rendered to related parties located
in different tax jurisdictions.” (Mehta, 2003)
2.2.
Transaksi
jasa intragrup
Transaksi
jasa tersebut termasuk biaya atau pengeluaran yang terjadi sehubungan :
1.
Kegitan yang dilakukan oleh perusahaan
induk,
Beberapa
kegiatan terkait yang dilakukan oleh perusahaan induk adalah seagai berikut:
a.
rapat pemegang saham perusahan induk,
b.
penerbitan saham oleh perusahaan induk
c.
biaya pengurusan perusahaan induk
2.
Kewajiban pelaporan perusahaan induk,
termasuk laporan keuangan konsolidasi perusahaan induk, kecuali terdapat bukti
mengenai adanya manfaat yang turukur yang dinikmati oleh wajib pajak
3.
Perolehan dana/modal yang dipergunakan
untuk pengambilalihan kepemilikan
perusahaan dalam kelompok usaha, kecuali pengambilalihan tersebut dilakukan
oleh wajib pajak dan manfaatnya dinikmati oleh wajib pajak.
Kegiatan intragrup dapat dilakukan
berkaitan dengan anggota grup meskipun anggota grup tersebut tidak memerlukan
kegiatan tersebut (dan tidak mau membayarnya jika mereka adalah perusahaan yang
tidak terkait). Kegiatan semacam itu akan menjadi salah satu anggota grup
(biasanya perusahaan induk atau perusahaan holding regional) melakukan
semata-mata karena kepemilikannya di satu atau lebih anggota grup
lainnya, yaitudalam kapasitasnya sebagai pemegang saham. Jenis
kegiatan ini tidak akan membenarkan biaya kepada perusahaan
penerima. Kegiatan ini diakui sebagai "kegiatan pemegang saham".
Beberapa contoh
kegiatan pemegang saham disediakan di bawah ini:
·
Biaya kegiatan yang berkaitan dengan struktur yuridis
perusahaan induk itu sendiri, seperti rapat pemegang saham induk, penerbitan
saham di perusahaan induk dan biaya dewan pengawas
·
Biaya yang berkaitan dengan persyaratan pelaporan
perusahaan induk termasuk konsolidasi laporan
·
Biaya penggalangan dana untuk akuisisi partisipasinya
Pemberian
jasa antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah hal yang lazim
dilakukan. Menurut Darusalam dan Septriadi (2008, p. 175) jasa-jasa yang
diberikan itu antara lain dapat berbentuk:
1. Pemberian
bantuan masalah sumber daya manusia (human resource management).
2. Pemberian
bantuan untuk melakukan analisis risiko nilai tukar uang (treasury management).
3. Pemberian
bantuan manajemen pembelian (purchasingmanagement).
4. Pemberian
bantuan teknologi informasi (ITsupport).
Masih
menurut Darussalam dan Septriadi pembayaran atas pemberian jasa tersebut dapat
dibebankan sebagai biaya di negara di mana perusahaan multinasional tersebut
beroperasi, maka pembebanan biaya tersebut dapat mengikis dasar pengenaan pajak
(taxable base).
Pemberian
jasa ini dapat berkisar dari hal-hal yang sederhana sampai pemberian jasa yang
kompleks. Ada lima kelompok jasa menurut Gunadi (2007,p 225), yaitu:
1.
Jasa rutin seperti akuntansi dan legal,
seperti pembuatan annual repot dankontrak.
2.
Bantuan teknis sehubungan dengan transfer intangibles, jasa teknis ini
berkaitan dengan sewa royalty, merek dagang, hak paten dan harta tidak
berwujudlainnya.
3.
Jasa teknis (sehubungan dengan
pabrikasi, pengendalian kualitas, atau teknis pemasaran) namun bukan karena transfer intangibles antar perusahaan,
jasa teknis ini dapat berupa konsultasi atau saran yang diberikan oleh tenaga
ahli berkaitan dengan kegiatan operasional perusahaan baik dalam bidang
produksi ataupemasaran.
4.
Pengiriman karyawan untuk mengelola
fasilitas baru atau pabrik baru (kebanyakan administrasi pajak berpendapat ada transfer intangibles), dan
5.
Kombinasi jasa 1 sampai5
2.3. Syarat Biaya sebagai pengurang
penghasilan
Sehubungan
dengan pengurangan biaya atas jasa manajemen ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,
agar sebuah jasa menejemen dapat diperkenankan untuk dikurangkan, yaitu:
1. Bentuk
jasa yang diberikan
2. Pihak
penyedia jasa
3. Pihak
pemanfaat jasa
4. Berapa
jumlah biaya penyedia jasa
Demikian juga dengan unsure shareholder’s cost nya juga harus
dipertimbangkan anatara lain:
1. Biaya
perusahaan induk dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham perusahaan anak dan afiliasi.
2. Jasa
kepada salah satu atau beberapa perusahaan untuk tujuan kegiatan perniagaan
mereka,dan
3. Jasa
untuk sekelompok perusahaan termasuk perusahaan induk dimaksud.
Dalam OECD Transfer Pricing Guidelines ada dua masalah utama dalam
pelaksanaan intra-group service,
yaitu:
1.
Apakah transaksi intra-group service
yang diberikan benar-benar telah terjadi?
2.
Berapa harga pasar wajar yang dapat
dibebankan oleh pemberi jasa atas pemberian intra-group
service? (OECD, 2010,p.206)
Dalam OECD
Guidelines (2010, p. 206) dibahas
mengenai alat uji intra- group service, untuk mengetahui apakah transaksi
intra-group service yang diberikan bena-benar telah terjadi dan diserah kan
oleh pemberi jasa. Untuk mengetahui apakah aktivitas intra-group services
memberikan manfaat ekonomis bagi si penerima jasa dapat ditentukan berdasarkan
dua pertanyaan berikut:
1.
Apakah perusahaan yang tidak mempunyai
hubungan istimewa dalam situasi yang sama (comparable circumstances) bersedia
untuk membayar atas penyerahan jasa jika dilakukan oleh perusahaan lain yang
tidak mempunyai hubungan istimewa?atau,
2.
Apakah perusahaan yang tidak mempunyai
hubungan istimewa tersebut akan melakukan sendiri aktivitas jasa (in-house)tersebut?
Menurut
OECD Guidelines perlu untuk
mempertimbangkan apakah suatu kegiatan penyerahan jasa yang diberikan oleh
anggota perusahaan kepada anggota lainnya memberikan nilai ekonomi atau
komersial untuk meningkatkan posisi komersial mereka. Ada atau tidaknya nilai
ekonomis yang diberikan dapat ditentukan dengan melihat apakah suatu perusahaan
independen dalam kondisi komersial akan membayar untuk penyerahan jasa tersebut
apabila dilakukan oleh perusahaan independen, atau apakah perusahaan tersebut
rela menyediakan jasa itu sendiri untuk perusahaannya. Jika sebuah perusahaan
independen tidak mau untuk membayar atas penyediaan jasa tersebut, ataupun
menyediakan jasa tersebut sendiri, maka kegiatan penyerahan jasa tersebut tidak
dapat dikategorikan sebagai intra-group
service yang sesuai dengan harga pasarwajar.
2.4. Jenis Jasa Intragrup Yang Tidak
Diperbolehkan Sebagai Pengurang Penghasilan
Dalam
praktiknya beberapa jenis jasa intragrup tidak dapat dibebankan sebagai pengurang
penghasilan (biaya) apabila :
1.
Jasa tersebut merupakan shareholder activity. Shareholder activity adalah jasa yang
ditujukan untuk aktivitas perusahaan induk. Dalam kondisi tertentu, perusahaan
induk akan membebankan biaya jasa kepada anak perusahaannya meskipun anak
perusahaan tersebut tidak membutuhkan jasa tersebut dan tidak akan membayar
jasa tersebut apabila tidak terdapat hubungan istimewa.
Contoh :
a.
Kegiatan dalam rangka kebutuhan
pelaporan dari perusahaan induk, misalnya penyiapan pelaporan keuangan
konsolidasian
b.
Kegiatan yang sehubungan dengan status
dan sruktur hukum dari perusahaan induk. Misalnya mengawasi kepatuhan laporan
tahunan, melaksanakan pertemuan pemegang saham, menerbitkan saham, dan
pengawasan oleh dewan pengawas.
c.
Menghimpun dana untuk digunakan sendiri
oleh induk perusahaan dalam rangka mengakuisisi usaha/cabang lain
2.
Merupaka duplicative service. Duplicative service adalah jasa yang dilakukan
oleh anggota grup perusahaan multinasional yang merupakan duplikasi dari
kegiatan yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak atau dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam
mengevaluasi duplikasi jasa, perlu diteliti kemampuan wajib pajak untuk
menyediakan sendiri jasa tersebut (misalnya dalam hal kualifikasi, keahlian,
dan ketersediaan pegawai) atau wajib pajak telah membayar pihak indepen untuk
menyediakan jasa tersebut. Apabila pembebanan biaya merupakan duplikasi jasa,
maka biaya jasa intragrup tersebut tidak dapat dibebankan.
Contoh : PT XXX telah melakukan analisis modal dan
anggaran operasional secara mandiri, tetapi demikian pada tahun yang sama
perusahaan induk juga membebankan biaya jasa yang sama atas analisis modal dan
anggaran operasional ke PT XXX. Pengecualian dapat terjadi apabila duplikasi
jasa hanya bersifat sementara dan khusus.
3.
Jasa memberikan manfaat insedntal (incidental benefit). Jasa yang
memberikan manfaat insidental adalah aktivitas yang dilakukan oleh suatu
anggota grup usaha, untuk anggota tertentu yang juga memberikan manfaat
insidental kepada wajib pajak dalam grup tersebut. Pada umumnya jasa intragrup
akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan penerima tertentu. Anggota grup lainnya
kemungkinan memperoleh manfaat secara insidental dari jasa tersebut. Biaya yang
dibebankan atas manfaat insidental yang diterima tersebut bukan merupakan biaya
yang dapat dibebankan.
Contoh : suatu grup yang memiliki sentralitas fungsi
teknologi informasi, perusahaan A memasang sistem baru yang terkomputerisasi
untuk menangani pesanan dalam perusahaan B (afiliasi). Perusahaan B menjual
produknya kepada pihak ketiga dan juga kepada perusahaan C (perusahaan
afiliasinya). Efisiensi sistem baru perusahaan B membuat perusahaan C dapat
mengurangi biaya overhead berupa
pengurangan karyawan pada departemen pembelian. Perusahaan C mendapatkan
manfaat secara insidental dari jasa yang dilakukan oleh perusahaan A ke
perusahaan B. Bagaimanapun perusahaan A tidak dianggap memberikan jasa kepada
perusahaan C, yang dalam situasi wajar (arm’s
length) perusahaan C tidak akan mau berkontribusi atas beban implementasi sistem
baru pada perusahaan B, karena kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan A
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan B.
1.
Passive
associaton. Passive association adalah jasa yang
dibayarkan kepada perusahaan perusahaan afiliasi semata-mata karena wajib pajak
adalah anggota perusahaan grup.
Contoh
: tidak ada biaya jasa yang harus dibayar oleh wajib pajak hanya karena wajib
pajak mendapat peringkat kredit lebih tinggi ketika menjadi bagian dari
perusahaan grup, dibandingkan dengan ketika wajib pajak bukan menjadi bagian
dari perusahaan grup.
2.
Jasa siaga (on call service). Jasa siaga adalah jasa yang disediakan oleh salah
satu anggota grup usaha (biasanya perusahaan induk) yang selalu tersedia kapan
saja diperlukan oleh wajib pajak, atau jika disediakan oleh pihak independen,
jasa tersebut akan dikenakan biaya khusus untuk menjamin ketersediaannya. Jasa
siaga dapat dibebankan jika :
a.
Potensi atas kebutuhan jasa tersebut
sangat kecil
b.
Manfaat yang diperoleh dari jasa tersebu
tidak signifikan (dapat diabaikan)
c.
Jasa siaga dapat segera diperoleh kapan
saja dan tersedia dari pihak lain yang independen tanpa harus membuat
perjanjian siaga terlebih dahulu. Dalam menganilisis potensi kebutuhan dan
manfaat atas jasa siaga yang disediakan, dapat mempertimbangkan penggunaan jasa
tersebut pada tahun yang bersangkutan dan tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan
kriteria yang diberikan oleh OECD guidelines,
Mukherjee (2005) dalam tulisannya memaparkan mengenai aktivitas-aktivitas
yang tidak dapat di kualifikasikan sebagai aktivitas intra-group service yang dapat di bebankan sebagai biaya, yaitu
kegiatan pemegang saham, duplicative
activity atauduplikasi kegiatan, dan
kegiatan pemberian jasa yang memberikan manfaat secara tidak langsung atau
insidentil.
Kegiatan
pemegang saham, dapat berupa kegiatan yang berhubungan dengan struktur hukum
dari perusahaan induk, aktivitas yang berhubungan dengan laporan dan
syarat-syarat hukum perusahaan induk, dan biaya-biaya yang dikeluarkan
semata-mata untuk kepentingan keuntungan para pemangan saham.
Duplicative Activity atau
duplikasi kegiatan, terjadi apabila sebuah perusahaan mnerima jasa dan
mengeluarkan biaya atas jasa tersebut padahal, jasa yang sama telah diberikan
oleh perusahaan afiliasinya atau perusahaan independen.
Pemberian
jasa yang memberikan manfaat secara tidak langsung atau insidentil, hal ini
terjadi pada saat terjadinya pemberian jasa antara pihak yang memiliki hubungan
istimewa, namun juga manfaat dari jasa tersebut dapat dirasakan oleh anggota
grup perusahaan tersebut lainnya yang sebenarnya tidak terlibat secara langsung
dalam transaksi pemberian jasa tersebut.
Berdasarkan
kegiatan-kegiatan yang disebutkan di atas sebuah perusahaan multinasional harus
melakukan benefit test untuk
membuktikan apakah kegiatan- kegiatan pemberian jasa yang dilakukan benar-benar
dapat di kategorikan sebagai jasa dan benar-benar memberikan manfaat bagi
penerimanya. Benefit test didasarkan
pada asumsi bahwa sebuah perusahaan independen akan bersedia untuk membayar atas jasa yang sama jika jasa tersebut
memang memberikan benefit atau
manfaat bagi penerimanya. Peraturan mengenai benefit test ini biasanya diatur oleh peraturan mengenai transfer pricing di setiap negara.
(Mukherjee,2005)
Menurut
Baker (2009, p.33) dalam buku yang berjudul “Transfer Pricing and Business Restructurings Streaminglining All the
Way” jasa atau services dalam
sebuah perusahaan multinasioanl umumnya dibedakan antara jasa yang diberikan
demi kepentingan para pemegang saham dari perusahaan multinasional dan
perusahaan induk dari perusahaan multinasional tersebut, dan yang diberikan
demi kepentingan satu atau lebih perusahaan multinasional tersebut. Perbedaan
anatara kedua jasa tersebut cukup relevan dan memiliki perbedaan dari segi:
1.
Biaya atas jasa yang dapat dibebankan
kepada pihak yang mendapatkan manfaat atas jasa tersebut,dan;
2.
Dan biaya yang tidak dapat dialokasikan
keluar dan harus ditanggung oleh perusahaan multinasional tersebut, umumnya
ditanggung oleh perusahaan induk.
“The
distinction is relevant and made to diffrentiate between (1) service expenses
that can be charged out of the beneficiaries of the service rendered adn (2)
expenses that cannot be allocated out and must be incurred by the MNE/parent
company itself, usually the headquarters entities.” (Baker,
2009, p.33)
2.5. Metode
Identifikasi Dalam Biaya Intragrup
Dalam
hal transaksi jasa yang dilakukan antara wajib pajak dengan pihak yang
mempunyai hubungan istimewa dapat
dilakukan identifikasi jenis transaksinya secara spesifik, langkah-langkah
penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha wajib diterapkan untuk setiap
jenis transaksi jasa. Jika transaksi jasa dilakukan bersama-sama antara wajib
pajak dan pihak yang mempunyai hubungan istimewa serta tidak dapat dilakukan
identifikasi atas transaksi jasa yang diserahkan kepada masing-masing pihak,
maka beban jasa harus dialokasikan berdasarkan manfaat yang diterima oleh
masing-masing pihak. Alokasi pembebanan jasa dapat dilakukan dengan :
1.
Metode langsung
Metode
langsung digunakan dalam kondisi dimana jasa, penerima jasa, biaya yang
dibebankan dan dasar pembebanan dapat secara jelas diidentifikasi. Biaya dapat
dialokasikan secara langsung kepada penerima. Metode langsung seharusnya dapat
diterapkan perusahaan penyedia jasa ketika jasa yang serupa selain diberikan
kepada pihak afiliasi juga diberikan kepada pihak independen.
2.
Metode tidak langsung
Metode tidak langsung digunakan apabila metode
langsung tidak dapat diterapkan atau apabila biaya yang terkait jasa yang
disediakan tidak mudah diidentifikasi dan diatribusikan kepada perusahaan
afiliasi. Contoh penyediaan jasa teknologi informasi seperti sistem informasi
manajemen yang melibatkan pengembangan, penerapan, dan pemeliharaan data
elektronik untuk beberapa anggota perusahaan grup metode tidak langsung
didasarkan pada alokasi biaya dan pembagian yang mengacu pada dasar alokasi (key alocation) yang sesuai dengan sifat
dan tujuan dari jasa yang disediakan. Misalnya, penyediaan jasa penggajian (payroll) mungkin lebih terkait dengan
jumlah staf daripada omset, sedangkan alokasi penggunaan jaringan infrastruktur
dapat dialokasikan sesuai dengan jumlah komputer.
Pada
prinsipnya, kriteria yang digunakan untuk mengalokasikan beban jasa dianggap
memadai dalam hal menerapkan kriteria yang terukur dan dapat diandalkan
berdasarkan :
1. Sifat
jasa, kondisi pada saat jasa diserahkan, dan manfaat yang diperoleh
2. Kriteria
lain yang berkaitan dengan transaksi yang tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang
tidak mempunyai hubungan istimewa.
2.5.
Mekanisme pengujian kewajaran atas transaksi
intra-group service
Dalam melakukan pengujian kewajaran atas transaksi intra-group
service pada entitas satu grup usaha afiliasi terdapat dua hal yang harus
diperhatikan yaitu :
1.
Memastikan
eksistensi jasa yang diberikan
yaitu
memastikan bahwa suatu jasa dari pihak afiliasi telah benar-benar dilakukan
atau (intra-group service has been rendered);
Penyerahan jasa dianggap benar-benar telah dilakukan
apabila pengguna jasa dapat membuktikan melalui dokumentasi. Beberapa
dokumentasi yang dapat dibuat yaitu adanya kontrak pemberian jasa, adanya bukti
pelaksanaan jasa yang telah dilakukan dengan cara membuktikan adanya
keterlibatan langsung pemberi jasa, serta adanya bukti pembayaran jasa sesuai dengan
nilai kontrak yang telah disepakati dengan nilai wajar.
2.
Memastikan
Manfaat Ekonomi :
Pemberian
jasa tersebut harus memberikan manfaat ekonomi bagi Wajib Pajak sebagai
pengguna jasa.
Memastikan
adanya manfaat ekonomi yang diterima oleh Wajib Pajak dapat dilakukan dengan
cara membuktikan bahwa adanya kebutuhan yang sangat diperlukan oleh entitas
penerima jasa terkait jasa tersebut untuk mendapatkan manfaat di masa yang akan
mendatang. Selain itu, pemberi jasa juga harus memiliki kualifikasi untuk dapat
menyediakan jasa tersebut yang didukung oleh dokumentasi atau pembuktian bahwa
kegiatan usaha pemberi jasa tersebut sejatinya memiliki kualifikasi untuk
memberikan jasa kepada pihak afiliasi maupun kepada pihak independen.
Apabila salah satu pengujian diatas tidak terpenuhi, walaupun pengguna
jasa dapat membuktikan bahwa pemberian jasa tersebut sudah benar-benar
dilakukan dengan bukti pembayaran kepada entitas pemberi jasa maka atas beban
jasa tersebut masih dapat dikoreksi oleh fiskus.
Selanjutnya jika pengujian terhadap eksistensi jasa dan manfaat ekonomi
jasa dapat dibuktikan, maka perlu dilakukan pengujian terhadap nilai wajar dari
penyerahan jasa tersebut.
Dalam lampiran PER – 22/PJ/2013 juga disebutkan bahwa untuk menentukan
nilai kewajaran dari transaksi Intra-Group Service, Wajib Pajak
dapat menggunakan salah satu metode-metode penentuan penilaian kewajaran nilai
pembebanan jasa, antara lain:
a. Metode
Perbandingan Harga antara Pihak yang Independen (Comparable Uncontroled
Price),
b. Cost-Plus
Method,
c. Transactional
Profit Method.
Walaupun ketiga metode tersebut dapat digunakan, namun pemilihan metode
penentuan harga wajar ini juga harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
PER - 32/PJ/2011. Lalu, untuk penyerahan untuk Intra-Group Service ini berdasarkan
pasal 11 ayat (11) PER - 32/PJ/2011 mengatur bahwa kondisi yang tepat dalam
menerapkan metode penentuan harga wajar dalam transaksi Intra-Group
Service ialah Cost-Plus Method. Namun, apabila
pemilihan Cost-Plus Method masih mengalami kesulitan maka
Wajib Pajak dapat menggunakan Transactional Profit Method.
Dari penjelan diatas, dapat digambarkan aspek perpajakan yang mungkin
timbul bagi Wajib Pajak yang menerima jasa di Indonesia dari entitas grup usaha
selaku pemberi jasa dibawah ini:
Contoh Kasus
XYZ Corp., sebuah perusahaan manufaktur yang berkedudukan di Negara A,
memiliki 90% saham di PT XYZ (manufaktur) yang berkedudukan di Indonesia, dan
juga memiliki 80% saham XYZ Ltd. (service provider) yang berkedudukan di
Negara C. Pada Tahun Pajak 2016, PT XYZ melakukan pembayaran atas jasa teknik
(technical service) kepada XYZ Ltd.. Untuk Tahun Pajak 2016, PT XYZ sedang
dilakukan pemeriksaan oleh KPP G.
Laporan Laba Rugi PT XYZ pada Tahun Pajak 2016 adalah sebagai berikut.
Penjualan
|
=
|
USD
100,000.00
|
Harga
Pokok Penjualan
|
=
|
USD
80,000.00
|
Laba kotor
|
=
|
USD
20,000.00 (20%)
|
Biaya
operasi
|
=
|
USD
18,000.00
|
Laba
(rugi) bersih usaha
|
=
|
USD
2,000.00 (2%)
|
Catatan: Di dalam biaya operasi terdapat biaya jasa teknik (technical service) sebesar USD 10,000.00.
Berdasarkan bukti/data yang diperoleh dalam pemeriksaan, diketahui
bahwa:
a. jasa telah
benar-benar diberikan oleh XYZ Ltd. dan memberikan manfaat ekonomi bagi usaha
Wajib Pajak;
b. biaya yang
benar-benar dikeluarkan oleh XYZ Ltd. atas jasa tersebut adalah sebesar USD
4,500.00;
c. mark-up wajar
pada jasa teknik tersebut diketahui adalah sebesar 9% dari cost yang ada.
Dengan demikian, penghitungan biaya jasa teknik yang wajar dengan menggunakan
metode biaya-plus adalah sebagai berikut.
Biaya jasa
teknik wajar
|
=
|
USD
4,500.00 + (9% x USD
4,500.00)
|
Biaya jasa
teknik wajar
|
=
|
USD
4,500.00 + USD 405.00 = USD 4,905.00
|
Biaya jasa
teknik wajar
|
=
|
USD
4,905.00
|
Biaya jasa
teknik PT XYZ
|
=
|
(USD
10,000.00)
|
Penyesuaian
positif
|
=
|
USD
5,095.00
|
Penentuan
Harga Pasar Wajar Atas Intra Group Service
Pada saat
terjadi transaksi pemberian jasa antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa maka penentuan harga harus dilakukan secara tepat, apakah sudah sesuai
dengan prinsip harga pasar wajar. Artinya, apakah harga yang ditetapkan sudah
sesuai dengan harga yang disepakati apabila transaksi tersebut dilakukan dengan
pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (independen) dengan situasi
dan kondisi yang dapat diperbandingkan. Dengan kata lain, untuk tujuan
perpajakan, transaksi tersebut tidak boleh diperlakukan berbeda dengan
transaksi yang dapat diperbandingkan yang dilakukan oleh pihak-pihak independen.
1. Metode Direct Charge
Untuk
mengetahui jumlah pembebanan biaya yang sebenarnya atas intra group service, otoritas pajak harus mengidentifikasi secara
mendalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang
terkait dengan transaksi intra group
service tersebut.
Metode
direct charge dapat diterapkan jika
jasa yang diberikan kepada afiliasinya sama dengan jasa yang dilakukan kepada
pihak independen. Namun demikian, metode tersebut tidak dapat diterapkan jika
jasa yang diberikan kepada pihak independen sifatnya hanya sekali-sekali.
2. Metode Indirect Charge
Penentuan harga atas intra group service dengan menggunakan
metode direct charge dalam praktik
sulit diterapkan ketika perusahaan multinasional telah memformulasikan metode
lainnya atas jasa yang diberikan. Perusahaan multinasional dapat menggunakan
metode selain metode direct charge dalam
kasus intra group service seperti
berikut :
a.
Mudah diidentifikasi tetapi tidak
didasarkan atas metode direct charge
b.
Tidak mudah diidentifikasi, jasa menyatu
dengan produk lainnya yang dialokasikan di antara anggota grup berdasarkan
basis tertentu, atau dalam kasus tertentu tidak dialokasikan kepada anggota
grup sama sekali.
Dalam
kasus tersebut, perusahaan multinasional mempunyai beberapa alternatif dengan
menggunakan metode cost alocation dan apportionment
yang mewajibkan adanya estimasi atau penaksiran sebagai dasar penghitungan
harga pasar wajar. Metode tersebut secara umum dikenal sebagai metode indirect charge dan bisa dipakai sebagai
dasar penilaian atas jasa yang diberikan. Selain itu, juga dapat dipakai
sebagai bahan pembanding atas jasa yang dapat diperbandingkan yang terjadi
antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
Metode
tersebut kurang sesuai jika diterapkan atas jasa-jasa tertentu yang aktivitas
utama perusahaan tidak hanya memberikan jasa kepada pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa, tetapi juga memberikan jasa kepada pihak independen.
Penentuan harga pasar wajar harus diusahakan semaksimal mungkin dan harus
didukung oleh benefit yang dapat diidentifikasi dan alasan yang dapat diterima.
Metode indirect charge harus :
i.
Berkaitan erat dengan sifat bisnis dari
masing-masing kasus (contoh : dasar alokasi yang dapat diterima oleh akal sehat
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya)
ii.
Tidak mudah dimanipulasi dan sesuai
dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum
iii.
Mampu menghasilkan harga atau alokasi
biaya yang sebanding dengan actual benefit atau perkiraan benefit yang akan
diterima oleh penerima jasa dimasa yang akan datang.
Dalam
beberapa kasus, metode indirect charge harus digunakan karena sifat dari jasa yang
diberikan. Misalnya jika proporsi nilai jasa didasarkan atas faktor-faktor
relevan yang tidak dapat dikuantifikasi kecuai hanya berdasarkan penaksiran
atau estimasi (misalnya biaya promosi yang disentralisasi akan mempengaruhi
jumlah produksi atau penjualan seluruh anggota grup). Dalam metode indirect charge, harga harus dialokasikan kepada semua pihak
yang paling layak untuk dibebankan biaya jasa, karena biaya tersebut tidak
dapat dialokasi secara langsung atau karena tidak dapat diidentifkasi siapa
sebenarnya penerima jasa.
Alokasi biaya bisa diakukan berdasarkan turnover , atau jumlah pegawai, atau
dasar lainnya tergantung sifat dan pemakaian jasa. Misalnya, biaya gaji lebih
relevan jika didasarkan atas jumlah staf dibandingkan dengan turnover perusahaan.
Dapat
terjadi dalam pembayaran kompensasi atas jasa yang diberikan kepada pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa terdapat harga atas transfer jasa lainnya.
Misalnya, harga lisensi atas paten atau know-how
, dapat juga terjadi di dalam kompensasi tersebut ada pembayaran jasa
teknik atau jasa manajemen atas pemasaran barang yang diproduksi dengan lisensi
tersebut. Dalam kasus ini, otoritas pajak dan wajib pajak harus memastikan
bahwa tidak terdapat harga atas jasa lain dan juga harus dipastikan tidak terjadi
duplikasi biaya.
Jika
metode indirect charge digunakan,
hubungan antara biaya yang dibebankan dan jasa yang diberikan tidak begitu
jelas dan sulit untuk diidentifikasi. Konsekuensinya, otoritas pajak mungkin
akan mempertanyakan penentuan harga pasar wajar atas pembebanan intra group service tersebut.
Identifikasi
penentuan harga atas on call sercive dilakuakn dengan menghitung pemakaian
sesungguhnya atas jasa tersebut. Tidak terdapat biaya atas pemakaian jasa
sampai pada tingkat level yang ditentukan sebelumnya. Namun, jika pemakaian
sesungguhnya ternyata melebihi level yang ditentuka, maka atas jasa tersebut
dikenakan biaya.
Dalam
penentuan harga pasar wajar dalam konteks intra
group service harus memperhatikan
beberapa hal, baik menurut perspektif pihak penyedia jasa maupun perspektif
penerima jasa. Dalam hal ini, pertimbangan yang relevan adalah berapa besar
seharusnya pihak independen (yang dapat diperbandingkan) bersedia membayar jasa
tersebut (dalam situasi dan kondisi yang dapat diperbandingkan) dengan biaya
yang dikeluarkan oleh penyedia jasa. Jika penyedia jasa dapat memberikan jasa
tersebut dalam kisaran harga yang pihak independen mau membayarnya maka
transaksi akan terjadi, begitu pula sebaliknya.
Untuk
menentukan harga pasar wajar atas intra
group service, OEC menekankan kepada negara-negara anggotanya untuk memakai
metode-metode yang telah disepakati antara lain comparable uncontrolled price (CUP), resale price, cost plus, profit
split, dan transactional net margin
method. Untuk menggunakan metode-metode tersebut sudah seharusnya didasarkan atas panduan yang telah ditetapkan
oleh OECD. Seringkali, dalam penerapannya memprioritaskan penggunaan comparable uncontrolled price (CUP) atau
cost plus untuk menentukan harga intra group service. Metode comparable uncontrolled price digunakan
jika terdapat jasa yang dapat diperbandingkan yang dilakukan oleh perusahaan
independen atau yang diberikan oleh perusahaan afiliasi kepada perusahaan
independen dalam situasi dan kondisi yang sama. Apabila comparable uncontrolled price tidak dapat diterapkan maka metode cost plus bisa digunakan sepanjang
fungsi aset yang digunakan dan asumsi resiko dapat diperbandingkan dengan
perusahaan independen.
Dalam
menerpakan metode cost plus, kategori
dan komposisi biaya harus dilakukan secara konsisten antara transaksi yang
dipengaruhi oleh hubungan istimewa maupun yang tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa. Dalam kasus tertentu, jika sulit untuk menerapkan metode comparable uncontrolled price maupun
metode cost plus, maka akan sangat
membantu jika membuat analisis dari beberapa metode yang ada untuk menghasilkan
harga pasar wajar yang sesuai, dengan catatan metode profit split maupun transactional
net margin method harus digunakan sebagai alternatif terakhir.
Akan
sangat membantu jika dalam penentuan harga tersebut dilakukan analisis fungsi
yang menganalisis hubungan antara jasa yang diberikan dengan aktivitas yang
dilakukan oelh anggota grup perusahaan multinasiona. Sebagai tambahan, yang perlu
dipertimbangkan tidak hanya pengaruh jangka pendek dari jasa yang telah
dilakukan, tetapi juga pengaruh jangka panjangnya, mengingat bahwa beberapa
komponen biaya yang dikeluarkan secara aktual memang tidak menghasilkan benefit
yang diperkirakan pada saat biaya tersebut terjadi.
ISU
MARK UP ATAS INTRA GROUP SERVICE
Dalam transaksi yang wajar,
perusahaan independen normalnya hanya menagih atas harga jasa yang telah
diberikan untuk mendapat keuntungan dan tidak menjadikan jasa tersebut
semata-mata sebagai biaya. Namun demikian terdapat kondisi bahwa perusahaan
independen mungkin tidak merealisasikan keuntungan dari aktivitas jasa yang
diberikan. Misalnya saat harga pokok penjualan ternyata melebihi harga pasar
tetapi supplier tetap setuju untuk memberika jasa untuk meningkatkan
profitabilitas, karena aktivitas jasa tersebut sifatnya hanya sebagai pelengkap
saja. Oelh karena itu, harga pasar wajar tidak selalu memberikan keuntungan
bagi pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang melakukan pemberian jasa
di antara mereka.
Contoh lain, dalam kasus tertentu,
harga pasar dari intra group service tidak
lebih besr dibandingkan harga pokok dari penyedia jasa. Hal ini dapat terjadi
saat jasa tersebut bukan merupakan jasa yang pada umumnya diberikan atau jasa
yang tidak dilakukan berulang-ulang.
Untuk menentukan harga pasar wajar,
hal yang lebih relevan yang dapat dipakai sebagai pembanding adalah dengan
melakukan analisis perbandingan fungsi dan expected
benefit dari perusahaan independen. Perusahaan multinasional akan lebih
memilih untuk menyediakan jasa antar grup perusahaan dibandingkan dengan
menggunakan jasa pihak ketiga dengan alasan adanya manfaat lain (dengan asumsi
harga telah sesuai dengan prinsip harga pasar wajar). Dalam kasus ini adalah tidak
tepat untuk menaikkan harga di atas harga yang dihasilkan oleh metode comparable uncontrolled price hanya
untuk memastikan bahwa pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa mendapat
keuntungan, karena hal itu justru bertentangan dengan prinsip harga pasar
wajar.
Jika metode cost plus tersedia (metode comparable
uncontrolled price sulit diterapkan), analisis harus dilakukan untuk
menguji apakah biaya yang dikeluarkan penyedia jasa perlu disesuaikan agar
perbandingan transaksi yang dilakukan bisa valid. Misalnya jika proporsi biaya
overhead lebih besar dibadingkan dengan biaya langsung (untuk transaksi sama
yang diperbandingkan), maka mark up yang
sama tidak dapat dipakai tanpa melakukan penyesuaian terlebih dahuluatas
komposisi biaya tersebut. Jika pihak-pihak yang mempunyai hubungan hubungan
istimewa bertindak hanya sebagai agen atau perantara jasa, maka dalam penerapan
metode cost plus, mark up yang sesuai
adalah mark up layaknya sebuah agen.
Pendirian
Service Center
Perusahaan
multinasional lebih memilih untuk menyediakan jasa antar group perusahaan
dibandingkan dengan menggunakan jasa pihak ketiga. Dalam rangka penyediaan jasa
tersebut dapat dilakukan oleh induk perusahaan atau perusahaan induk mendirikan
perusahaan khusus yang bertugas menjadi service center dari group perusahaan
multinasional. Jasa yang disentralisasi disesuaikan dengan tipe bisnis dan
struktur organisasi group. Jasa yang diberikan oleh service center dapat
berbentuk jasa administrasi, jasa finansial, jasa dalam bidang produksi,
distribusi atau marketing dan jasa pemberian pelatihan. Service center dapat
juga digunakan oleh induk perusahaan untuk menjaga intangible property
perusahaan. Gambar dibawah merupakan skema pemberian intra group services dimana
perusahaan induk mendirikan perusahaan yang berfungsi sebagai service center. Skema Intra Group Services dengan Pendirian
Service Center
Ilustrasi Gambar
diatas adalah perusahaan induk mendirikan perusahaan jasa yang bertugas sebagai
pemberi jasa untuk perusahaan dalam groupnya jadi fungsi perusahaan tersebut
sebagai service center. Services center tersebut menyediakan jasa untuk anak
perusahaan group tersebut, yaitu A dan B. Perusahaan yang berfungsi sebagai
service center bisa saja tidak hanya memberikan jasa kepada pihak yang memiliki
hubungan istimewa saja Induk& Perusahaan Service' Center A B (cost center),
tetapi bisa juga kepada pihak ketiga yang independen (profit center). Jasa yang
diberikan oleh service center merupakan jasa yang apabila dilakukan oleh
perusahaan lain yang tidak mempunyai hubungan istimewa bersedia untuk membayar
atas penyerahan jasa tersebut.
BAB
IV
KASUS
3.1.
PERPAJAKAN
DI SWEDIA
SWEDIA merupakan negara terbesar
keempat di Eropa. Meski pernah tercatat sebagai negara termiskin pada abad
ke-19, namun saat ini Swedia menjadi salah satu negara maju dengan pendapatan
per kapita yang tinggi sebesar US$50.319.
Sempat melemah saat terjadi krisis
ekonomi dunia, negara yang dijuluki negara Viking ini berhasil bangkit pada
tahun 2010 dengan pertumbuhan ekonomi naik hingga 6%. Ekspor menjadi penyumbang
tertinggi terhadap kontribusi penerimaan negara.
Swedia merupakan salah satu negara
yang dikenal sebagai negara dengan pajak tertinggi di dunia. Pemerintah Swedia
menetapkan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi secara progresif yang akan
dikontribusikan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Atas penghasilan hingga SEK438.900
akan dikenakan tarif PPh orang pribadi sebesar 32%, penghasilan SEK439.000 –
SEK638.500 dikenakan pajak 52% dan penghasilan lebih dari SEK638.600 dikenakan
pajak dengan tarif tertinggi sebesar 57%.
Adapun untuk tarif pajak perusahaan,
otoritas pajak Swedia (Swedish
Tax Agency) atau biasa disebut Skatterverket menetapkan tarif standar flat 22%. Swedia mengenakan tarif
30% atas penghasilan dividen, sementara untuk bunga dan royalti tidak dikenakan
pajak.
Tarif PPN ditetapkan sebesar 25%,
namun pengurangan tarif diberikan untuk makanan dan jasa penyewaan kamar hotel
yang dikenakan PPN sebesar 12% dan untuk tiket masuk ke acara budaya dan wisata
di Swedia dikenakan PPN dengan tarif 6%.
Lebih dari 80 negara di dunia termasuk
Indonesia telah melakukan penandatanganan perjanjian penghindaran pajak
berganda (tax treaty)
dengan Swedia, hal ini ditujukan untuk mengtasi celah penghindaran pajak yang
dilakukan oleh para pengemplang pajak. Otoritas pajak Swedia juga telah
memberlakukan aturan transfer pricing sesuai dengan ketentuan yang berlaku dari
OECD.
Uraian
|
Keterangan
|
Sistem Pemerintahan, Politik
|
Parlementer
|
PDB Nominal
|
US$495,7 miliar (2016)
|
Pertumbuhan ekonomi
|
3,3% (2016)
|
Populasi
|
9,85 juta jiwa (2016)
|
Tax Ratio
|
45,8% (2015)
|
Otoritas Pajak
|
Swedish Tax Agency (Skatteverket)
|
Sistem Perpajakan
|
Self-Assessment System
|
Tarif PPh Badan
|
22%
|
Tarif PPh Orang Pribadi
|
32% - 57%
|
Tarif PPN
|
25%
|
Tarif pajak dividen
|
30%
|
Tarif pajak royalti
|
-
|
Tarif pajak bunga
|
-
|
Tax Treaty
|
80 negara
|
3.2.
STUDI
KASUS TRANSFER PRICING DI SWEDIA
3.2.1.
Pendahuluan
Mahkamah Agung Swedia (Swedish Supreme Administrative Court/SAC) dalam putusan Nomor 7338-7339-01 membatalkan
putusan pengadilan di bawahnya dan memenangkan Wajib Pajak dalam kasus Transfer Pricing atas intra group service. Putusan SAC
tersebut memberikan dasar hukum yang jelas atas kasus pemberian jasa antar
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (intra group service), yaitu :
1. Beban
pembuktian atas transfer pricing berada pada Swedish Tasx Authority (kantor pajak Swedia/STA)
2. Kewajaran
pemakaian metode pembebanan tidak langsung (indirect
charge)
3. Dapat
diterimanya markup on cost of service fee
ketika penyedia jasa diluar negeri bertindak sebagai satu-satunya service center.
Dengan adanya
keputusan tersebut, wajib pajak mendapat kepastian hukum bahwa dengan mengikuti
prinsip-prinsip OECD Guidelines yang
berkaitan dengan pemberian jasa antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa (intra group service), biaya
atas intra group service tersebutdapat
dibebankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
3.2.2.
Kasus
Kasus ini
melibatkan Dow Chemical Group yang berkantor pusat di Amerika. Dow Chemical
Group bergerak dalam bidang penyediaan barang dan jasa produk-produk kimia,
plastik dan pertanian. Pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini adalah :
1. Dow
Sverige AB (selanjutnya disebut AB), anak perusahaan yang berlokasi di Swedia.
AB bergerak dibidang pembuatan dan pendistribusian produk latex yang digunakan
dalam industri konstruksi serta penjualan produk Dow Chemical Group yang lain
di pasar Swedia.
2. Dow
Europe S.A (selanjutnya disebut SA), anak perusahaan yang berlokasi di Swiss.
SA bertindak secara ekslusif sebagai pusat pelayanan jasa (service center)bagi anak perusahaan lain dan menyediakan berbagai
macam jasa, termasuk pemasaran, produksi, administratif, personil, dan
manajemen. Jasa yang disediakan oleh SA diatur dalam perjanjian terpisah
yang isinya :
a.
Atas jasa yang diberikan, dikenakan markup 10% dari biaya-biaya yang
dikeluarkan
b.
Membuat pusat biaya (cost pool) untuk setiap kategori jasa
c.
Menetapkan pedoman alokasi biaya
3.2.3.
Audit
transfer pricing oleh STA
Dalam proses audit, STA menyatakan
bahwa AB tidak dapat membuktikan bahwa biaya yang dialokasikan oleh SA adalah
sepadan dengan keuntungan yang diterima oleh AB dari jasa yang diberikan oleh
SA tersebut. Argumen STA didukung fakta bahwa AB hanya mendistribusikan 10%
dari total produk. Meskipun begitu, STA tetap mengakui bahwa AB mungkin
menerima keuntungan dari jasa terebut. STA, tanpa analisis yang mendalam,
menyimpulkan bahwa biaya intra group service
yang boleh dikurangi adalah hanya sebesar 75% dari biaya yang tercakup di dalam
service fee.
Lebih lanjut, STA tidak
memperbolehkan markup 10% berdasarkan dua alasan utama, yaitu :
1. Berdasarkan
struktur organisasi Dow Chemical Group, AB tidak mempunyai kuasa untuk
mengambil keputusan (menerima atau menolak) atas jasa yang diberikan SA
2. Tujuan
dibentuknya SA adalah untuk efisiensi biaya
Oleh karena itu,
STA beralasan bahwa karena SA tidak mempunyai risiko usaha, maka SA semestinya
tidak berhak untuk memperoleh komponen profit terhadap aktivitas jasa yang ia
berikan.
3.2.4.
Argumen
AB
AB mengajukan
argumentasi sebagai berikut :
1. Dow
Chemical Group memakai metode transfer pricing yang sama sejak tahun 1992
2. Atas
biaya administrasi internal yang diberikan oleh AB kepada SA tidak dikenakan
biaya
3. Pemusatan
biaya menimbulkan penghematan biaya Dow Chemical Group dalam jumlah yang
signifikan
4. Sulit
untuk memperoleh jasa seperti yang diberikan oleh SA dari pihak ketiga
5. Jasa
yang diberikan oleh SA berkualitas tinggi
6. Otoritas
pajak Swiss menghendaki bahwa SA memperoleh markup
dengan harga yang arm’s length dalam
aktivitas jasa yang dilakukan.
3.2.5.
Putusan
Pengadilan
Atas interpretasi yang dilakukan
oleh STA tersebut, AB naik banding ke country
administrative court maupun administrative
court of appeal (di Indonesia : Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi).
Kedua pengadilan tersebut memberikan pendapat yang sama dengan STA sebagai
berikut :
1. Tidak
memperkenankan pembebanan biaya 25% dari biaya yang termasuk dalam service fee pada AB
2. Menolak
10% markup
Atas putusan
tersebut, AB mengajukan banding kepada Mahkamah agung Swedia.
3.2.6.
Putusan
Mahkamah Agung
1.
Argumentasi
STA
STA
mengajukan argumentasi bahwa pembebanan 25% dari cost base bukan merupakan operatng expanse menurut ketentuan dalam
Municipal Tax Act dan oleh karenanya,
tidak tunduk pada income adjustment rule yang berkaitan dengan cross-border transaction dan
standar
arm’s length
2.
Argumentasi
SAC
SAC
secara jelas menolak argumen STA dan menegaskan lagi posisinya bahwa income adjusment rules merupakan lex specialis (ketentuan khusus) yang
mempunyai kekuatan hukum lebih tinggi daripada general rules. Menurut income
adjusment rules, beban pembuktian
harus dilakukan oleh STA, bukan oleh wajib pajak.
Isu
lain yang dikemukakan oleh SAC adalah apakah biaya jasa yang dialokasikan
merupakan jumlah yang proposional terhadap benefit
yang diperoleh AB dari jasa yang saling berkaitan.SAC mengambil pendekatan
yang pragmatis dan selangkah demi selangkah dalam menjawab pertanyaan tersebut
dengan menggunakan alasan sebagai berikut :
a.
Ketentuan tentang jasa dan struktur
service fee, secara kontraktual diatur berdasarkan kerangka kerja yang sama
untuk semua penerima jasa dalam Dow Chemical Group
b.
AB mengklaim bahwa ia tidak mempunya
sumber daya yang cukup untuk mengerjakan fungsi jasa tersebut.
c.
Perjanjian antar perusahaan menetapkan
bahwa AB akan membayar porsi total biaya SA pada tahun tertentu. Hal ini
dilakukan karena tidak mungkin untuk mengidentifikasi setiap servis yang
diberikan oleh SA kepada AB secara individual dan secara langsung menetapkan
biaya yang terkait.
d.
Selama bertahun-tahun dilakukan audit,
AB tidak memperoleh benefit dari
beberapa jasa yang diterimanya dari SA, akan tetapi AB tetap memperoleh benefit yang signifikan dari jasa-jasa
lainnya yang dilakukan oleh SA.
e.
Kebutuhan AB akan fungsi atau jenis jasa
yang diberikan oleh SA selalu berubah selama beberapa tahun.
Sehubungan dengan penolakan STA atas 10%
markup biaya yang termasuk dalam service fee SA, SAC berpendapat bahwa argumen
STA tersebut tidak tepat. Oleh karena itu, SAC memenangkan AB dan
memperkenankan pengurangan penuh atas service
fee ke AB, termasuk 100% allocated cost dan 10% markup.
3.2.7.
Dampak
Putusan Mahkamah Agung
Lebih lanjut, SAC memutuskan bahwa
dengan memakai income adjusment rule yang
jelasa akan mempunyai konsekuensi terhadap beban pembuktian yang berkaitan
dengan permintaan dokumentasi yang akan datang. Meskipun beban pembuktian
secara legal terletak pada STA, kewajiban dokumentasi dalam praktiknya berada
di tangan wajib pajak. Namun, kasus Dow Chemical Group ini memperlihatkan bahwa
sepanjang wajib pajak telah memenuhi persyaratan ketentuan dokumentasi transfer
pricing, maka beban pembuktian ada di pihak STA.
Kesimpulan yang
dapat diambil dari putusan SAC tersebut, yaitu :
a. Pembayaran
atas intra group service yang
mencakup markup biaya foreign service
provider, secara prinsip merupakan unsur pengurang pajak/tax deductible (jika pihak penerima jasa
menerima nilai/value dari jasa tersebut)
b. Metode
indirect pricing dapat diterapkan ketika cakupan jasa yang
dilakukan terlalu luas, sehingga sulit atau tidak mungkin untuk
mengidentifikasi dan menelusuri kaitan antara jasa(service) dan biayanya (cost) secara detail.
c. Hal
yang relevan terhadap pengurangan pajak (tax
deductibility) tidak hanya actual
benefit yang diperoleh dari intercompany
service, tetapi juga anticipated
benefit yang diharapkan oleh penerima jasa ketika ia memutuskan untuk
menerima jasa tersebut.
d. Untuk
meningkatkan peluang memperoleh pengurangan pajak dalam pembayaran jasa antara
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, wajib pajak seharusnya
menjalankan intra group services yang
konsisten bagi semua penerima jasa.
Sebagai
catatan, salah satu isu yang tidak dibahas dalam kasus Dow Chemical Group
adalah seberapa besar jumlah markup yang dapat diterima (acceptability of the actual markup level). Dengan demikian, kasus ini tidak menyediakan
bukti bahwa 10% markup on service cost merupakan
suatu rule of thumb. Lebih lanjut,
wajib pajak diminta untuk menyajikan “comparability
analysis” untuk mendukung adanya sifat arm’s
length dalam harga transfer. Oleh karena itu, kasus Dow Chemical Group ini
sangat penting karena memberikan presenden yang berkaitan dengan intra group services.
DAFTAR
PUSTAKA
Darussalam dan Dani Septriadi, Konsep dan Aplikasi : Cross-Border Transfer Pricing untuk Tujuan
Perpajakan, Danny Darussaam Tax Center, 2008.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 Tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan
Istimewa.
Anang Mury Kurniawan, Transfer Pricing Untuk Kepentingan
Perpajakan, C.V Andi Offset (Penerbit ANDI), 2015.
https://www.scribd.com/document/360843798/MAKALAH-AKUNTANSI-MANAJEMEN
Darussalam,SE.,Ak.,M.Si.,LLM
Int.Tax, PT Dimensi Internasional Tax, Jakarta Juli 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. jangan lupa klik suka ya