BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu bentuk investasi yang populer saat ini adalah dengan investasi melalui portofolio saham atau dengan kata lain indirect investment. Yaitu investasi dengan menanamkan sejumlah modal kedalam bursa saham di lantai bursa, yang kemudian pengelolaan investasi tersebut dikelola oleh perusahaan yang bersangkutan. Yang dalam kenyataannya akan membentuk dua komunitas pemegang saham, yaitu pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas.
Terhadap pemegang saham mayoritas pada prinsipnya perlindungan hukum kepadanya cukup terjamin terutama melalui mekanisme RUPS yang jika diambil keputusan secara musyawarah, maka akan dipastikan kelompok pemilik saham mayoritas cenderung mempengaruhi keputusan RUPS.
Dalam mekanisme pengambilan keputusan di perusahaan dapat dipastikan pemegang saham minoritas ini akan selalu kalah dibanding pemegang saham mayoritas, sebab pola pengambilan keputusan didasarkan atas besarnya prosentase saham yang dimiliki. Keadaan demikian akan semakin parah, jika ternyata pemegang saham mayoritas menggunakan peluang ini untuk mengendalikan perusahaan berdasarkan kepentingannya saja dan tidak mengindahkan kepentingan pemegang saham minoritas. Benturan kepentingan antara pemegang saham minoritas dan pemegang saham mayoritas seringkali terjadi, tidak jarang Minority Shareholders hanya dijadikan sebuah pelengkap dalam sebuah perusahaan. Untuk itu, agar terpenuhinya unsur keadilan, diperlukan suatu keseimbangan sehingga pihak pemegang saham minoritas tetap dapat menikmati haknya.
Pemberlakuan prinsip keadilan dalam perseroan terbuka mengharuskan diberikan kekuasaan tertinggi kepada RUPS dimana suara terbanyak yang akan menentukan arah kebijakan perusahaan, tetapi kepada pihak pemegang saham minoritas seharusnya dijamin pula keadilan dengan memberikan kepadanya hak-hak yang sesuai dengan asas Good Corporate Governance.
Keberlangsungan eksistensi perusahaan tidak hanya diukur oleh performa keuangan, peningkatan keuntungan akan tetapi juga performa internal perusahaan (etika dan Good Corporate Governance) dan performa kepedulian sosial perusahaan. Etika bisnis memiliki peran yang sangat besar dalam keberlangsungan eksistensi perusahaan. Penerapan etika bisnis secara konsisten dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan mampu memberikan manfaat yang besar bagi seluruh stakeholdernya. Oleh karena itu sudah selayaknya perusahaan menerapkan suatu prinsip Good Corporate Governance yang dapat digunakan sebagai salah satu alatnya.
Pentingnya penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance telah menjadi perhatian bagi dunia bisnis di setiap negara. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh OECD menjadi acuan bagi setiap negara dalam penerapannya. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh OECD tahun 2004 mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Ensuring the basis for an Effective Corporate Governance Framework
2. The Rights of Shareholders and Key Ownership Functions
3. The Equitable Treatment of shareholders
4. The Role of Stakeholders in Corporate Governance
5. Disclosure and Transparency
6. The responsibilities of the Board
Prinsip GCG pada OECD yang akan di bahas dalam makalah ini adalah prinsip ke 3 yaitu Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham (Equitable treatment of shareholders).
Prinsip ke 3 ini menekankan bahwa perlu adanya perlakuan yang sama kepada seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk menuntut atas pelanggaran hak-hak mereka. Prinsip ini dibagi atas 3 sub prinsip. Pertama, perlakuan yang sama antara pemegang saham dalam kelas saham yang sama. Kedua, larangan transaksi orang dalam dan perdagangan tutup sendiri yang merugikan pihak lain. Ketiga, kewajiban dari komisaris, direksi dan manajemen kunci untuk mengungkapkan kepentingannya kepada dewan komisaris jika baik langsung maupun tidak langsung atau atas nama pihak ketiga mempunyai kepentingan yang material dalam suatu transaksi atau suatu hal yang mempengaruhi perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang perlu dikemukakan. Adapun perumusan masalah yang hendak dikemukakan tim penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Prinsip III OECD: Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham (Equitable treatment of shareholders).
2. Bagaimana Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham (Equitable treatment of shareholders) Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG).
3. Bagaimana Aspek Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) terhadap Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham (Equitable treatment of shareholders) dengan Study dan Analisis Kasus pada Suatu Entitas (Dikhususkan Perusahaan), yaitu PT Lippo Karawaci Tbk.
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tim penulis menentukan tujuan penulisan makalah sebagai berikut:
1. Untuk Menjelaskan Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham (Equitable treatment of shareholders/ Prinsip III OECD)
2. Untuk Menjelaskan Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham (Equitable treatment of shareholders) menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG).
3. Untuk Menjelaskan Aspek Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) terhadap Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham (Equitable treatment of shareholders) dengan Study dan Analisis Kasus pada Suatu Entitas (Dikhususkan Perusahaan), yaitu PT Lippo Karawaci Tbk.
DOUNLOWD MAKALAH
LINK 3 DepositFiles
BAB II
KONSEP CORPORATE GOVERNANCE
2.1
Shareholders
Pemegang
saham (shareholder) adalah seseorang atau
badan hukum yang secara sah
memiliki satu atau lebih saham pada perusahaan. Shareholder
Theory menyatakan bahwa tanggung jawab yang paling mendasar
dari direksi adalah bertindak untuk kepentingan meningkatkan nilai (value)
dari pemegang saham. Jika perusahaan memperhatikan kepentingan pemasok,
pelanggan, karyawan, dan lingkungannya, maka value yang didapatkan oleh
pemegang saham semakin sedikit, sehingga berjalannya pengurusan oleh direksi
harus mempertimbangkan kepentingan pemegang sahamnya untuk memastikan kesehatan
perusahaan dalam jangka panjang, termasuk peningkatan value pemegang
saham (Smerdon dalam Sutedi, 2011).
Teori yang menjelaskan hubungan antara manajemen
perusahaan dan pemegang saham ini, memiliki tujuan membantu manajemen
perusahaan dalam meningkatkan penciptaan nilai sebagai dampak dari
aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin
muncul bagi shareholder mereka. Dalam penciptaan nilai bagi perusahaan,
manajemen perusahaan harus dapat mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki
perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical
capital) maupun structural capital. Apabila seluruh sumber daya yang
dimiliki perusahaan dapat dikelola dandimanfaatkan dengan baik maka akan
menciptakan value added bagi perusahaan sehingga dapat meningkatkan
kinerja keuangan perusahaan. Segala tindakan tersebut dilakukan demi
kepentingan pemegang saham.
2.2 Prinsip Corporate Governance menurut OECD 2004 (Principle 3)
Prinsip-prinsip dasar dari corporate governance, pada dasarnya memiliki tujuan untuk
memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Dalam OECD
terdapat 6 prinsip yang mengatur tentang corporate governance. Prinsip-prinsip
tersebut secara garis besar menjelaskan tentang kerangka kerja corporate
governance, perlindungan atas hak-hak pemegang
saham, perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham, peranan stakeholders dalam corporate governance, keterbukaan dan tranparansi, serta tanggung jawab dewan
komisaris.
Pada
prinsip ke-3 ini ditekankan perlunya persamaan perlakuan kepada seluruh
pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing.
Prinsip ini menekankan pentingnya kepercayaan investor di pasar modal. Untuk
itu industri pasar modal harus dapat melindungi investor dari perlakuan yang
tidak benar yang mungkin dilakukan oleh manajer, dewan komisaris, dewan
direksi atau pemegang saham utama perusahaan.
Pada
praktiknya pemegang saham utama perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih
banyak untuk memberikan pengaruhnya dalam kegiatan operasional perusahaan. Dari
praktik ini, seringkali transaksi yang terjadi memberikan manfaat hanya kepada
pemegang saham utama atau bahkan untuk kepentingan direksi dan komisaris.
Dari
kemungkinan terjadinya usaha-usaha yang dapat merugikan kepentingan investor,
baik lokal maupun asing, maka prinsip ini menyatakan bahwa untuk melindungi
investor, perlu suatu informasi yang jelas mengenai hak dari pemegang saham.
Seperti hak untuk memesan efek terlebih dahulu dan hak pemegang saham utama
untuk memutuskan suatu keputusan tertetu dan hak untuk mendapatkan perlindungan
hukum jika suatu saat terjadi pelanggaran atas hak pemegang saham tersebut.
Prinsip ini
terbagi atas 3 Sub prinsip utama.
A.
Pertama
adalah mengenai kesamaan perlakuan antara pemegang saham dalam kelas saham yang
sama. Di dalam prinsip ini terdapat 5 sub prinsip yang didiskusikan.
1.
Sub
prinsip pertama mengenai kemudahan dari investor untuk mendapatkan informasi
mengenai hak yang melekat pada setiap seri dan kelas saham sebelum mereka
membeli saham suatu perusahaan. Dalam sub prinsip ini investor harus mengetahui
hak yang melekat pada saham yang mereka beli. Seperti jika investor membeli
saham preference, maka investor tersebut akan mendapatkan bagian dari
keuntungan perusahaan namun disisi lain biasanya saham itu tidak mempunyai hak
voting.
2.
Sub
prinsip kedua berbicara mengenai perlindungan kepada pemegang saham minoritas
dari tindakan yang merugikan yang dilakukan oleh atau atas nama pemegang saham utama.
Salah satu bentuk perlindungan kepada pemegang saham minoritas sebenarnya
adalah bagaimana direksi menjalankan perusahaan untuk kepentingan perusahaan
bukan untuk kepentingan pemegang saham tertentu sehingga tidak ada perbedaan
manfaat yang diperoleh antara pemegang saham.
3.
Sub
prinsip selanjutnya adalah mengenai pihak yang boleh mewakili pemegang saham
dalam RUPS. Pada prinsip ini juga menjelaskan bahwa bank kustodian tidak secara
otomatis menjadi wakil pemegang saham di RUPS. Bank kustodian mempunyai tugas
untuk menyediakan informasi mengenai agenda RUPS sehingga pemegang saham dapat
menentukan suara mereka di RUPS termasuk apakah mereka akan melimpahkan hak
suaranya pada seluruh agenda atau mereka akan memberikan hak suara pada suatu
agenda tertentu.
4.
Sub
prinsip ke empat adalah penghilangan hambatan pemberian suara oleh pemegang
saham yang berdomisili di di luar wilayah kedudukan Emiten atau Perusahaan
Publik. Hambatan akan terjadi karena biasanya pemegang saham asing menyimpan
saham mereka melalui suatu rantai perantara (intermediaries). Saham
tersebut dicatat atas nama nasabah dalam akun perusahaan sekuritas lalu akun
perusahaan sekuritas tercatat pada lembaga penyelesaian dan penyimpanan.Dengan
demikian maka nama dari pemegang saham yang asli tidak langsung dapat
diketahui, sehingga begitu perusahaan akan meminta keputusan dari pemegang
saham atas suatu transaksi tersebut, informasi yang seharusnya sampai sebelum
keputusan di ambil, penyampaiannya menjadi tidak tepat waktu. Dampak dari
terlambatnya informasi kepada pemegang saham adalah tidak
cukupnya waktu dari pemegang
saham untuk menganalisa dan memberikan masukan kepada perusahaan atas hal
tersebut Dengan melihat bahwa terdapat kemungkinan perusahaan tidak dapat
memberikan perlakuan yang saham kepada semua pemegang sahamnya, maka sebaiknya
perundang-undangan yang ada harus dapat memberikan kejelasan mengenai pihak
yang dapat diberikan kewenangan oleh pemegang saham asing sebagai wakilnya
sehingga informasi dapat segera diterima oleh pemegang saham. Selain itu
peranturan jika dimungkinkan juga dapat mengatur mengenai penyerderhanaan
rantai perantara.
5.
Sub
prinsip terakhir dari bagian kesatu prinsip 3 ini adalah mengenai proses dan
prosedur RUPS yang harus memperhatian perlakuan yang sama bagi seluruh pemegang
saham, termasuk prosedur yang sederhana dan tidak mahal bagi pemegang saham
untuk melakukan hak votingnya.
Masih ada
beberapa perusahaan yang mempunyai prosedur rumit dan mahal dalam hubungannya
dengan hak voting pemegang saham. Misalnya penetapan fee bagi pelaksanaan hak
voting pemegang sahamnya dan persyaratan kehadiran bagi pemegang saham untuk
melakukan voting. Untuk itu sub prinsip ini mengusulkan kepada
perusahaan-perusahaan untuk dapat menghilangkan kesulitan pemegang saham untuk
berpartisipasi dalam RUPS dan juga mengusulkan untuk dapat menggunakan
fasilitas elektronik jika pemegang saham tidak dapat hadir dan juga tidak menujuk
wakilnya di RUPS.
B.
Bagian
kedua prinsip 3 ini berbicara mengenai larangan transaksi orang dalam (insider
trading) dan perdagangan tutup sendiri yang merugikan pihak lain (abusive
self dealing). Banyak negara OECD sudah mempunyai peraturan perundang-undangan
berkenaan dengan larangan dua transaksi diatas. Yang masih menjadi masalah
adalah penegakkan hukum yang
belum efektif atas pelanggaran ketentuan yang ada. Oleh sebab itu, pemerintah
diminta untuk memberikan perhatiannya terdapat penegakan hukum khususnya untuk
transaksi di atas.
C.
Bagian
terakhir dari pinsip 3 adalah kewajiban dari komisaris, direksi dan manajemen
kunci untuk mengungkapkan kepentingannya kepada dewan komisaris jika baik
langsung maupun tidak langsung atau atas nama pihak ketiga mempunyai
kepentingan yang material dalam suatu transaksi atau suatu hal yang
mempengaruhi perusahaan. Peungkapan kepentingan para pihak di atas kepada dewan
komisaris juga harus diikuti dengan ketidak-ikut sertaan para pihak didalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan transaksi yang memuat kepentingan
mereka tersebut.
Pada prinsip ketiga ini ditekankan
perlunya persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang saham termasuk pemegang
saham minoritas dan pemegang saham asing. Prinsip ini menekankan pentingnya kepercayaan
investor di pasar modal. Untuk itu industri pasar modal harus dapat melindungi
investor dari perlakuan yang tidak benar yang mungkin dilakukan oleh manajer,
dewan komisaris, dewan direksi atau pemegang saham utama perusahaan.
Sub prinsip A dari prinsip ketiga ini
menyatakan bahwa semua pemegang saham dalam klasifikasi yang sama harus
mendapatkan perlakuan yang sama. Sub prinsip ini kemudian dibagi ke dalam
beberapa bagian, yaitu:
1.
Dalam suatu klasifikasi
saham, semua saham harus mampunyai hak- hak yang sama. Semua investor harus
dapat memperoleh informasi tentang hak-hak yang melekat pada semua klasifikasi
saham sebelum membeli saham. Setiap perubahan pada hak suara harus mendapatkan
persetujuan pemegang saham yang dirugikan.
Pada dasarnya,
ketentuan tentang hak suara yang melekat pada saham mengikuti ketentuan UUPT.
Undang - undang tersebut juga menekankan bahwa semua pemegang saham dalam
klasifikasi yang sama harus mendapatkan perlakuan yang sama. Peraturan Bapepam
sudah mengatur hal-hal yang berhubungan dengan persamaan hak pemegang saham.
Misalnya Peraturan Bapepam Nomor IX.F.1 tentang Penawaran Tender melarang pihak
yang melakukan penawaran tender menetapkan pembatasan dan persyaratan yang
berbeda berdasarkan penggolongan atau kedudukan Pihak yang menjadi pemegang
Efek Bersifat Ekuitas, kecuali apabila terdapat pembedaan hak atau manfaat
tertentu yang melekat pada Efek Bersifat Ekuitas dimaksud. Peraturan Pemerintah
No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal Pasal
10 menyatakan bahwa saham bursa efek adalah saham atas nama yang mempunyai
nilai nominal dan hak suara yang sama. Demikian juga saham LKP atau LPP
merupakan saham atas nama yang mempunyai nilai nominal dan hak suara yang sama.
2. Pemegang
saham minoritas harus dilindungi dari tindakan yang merugikan yang dilakukan
oleh atau atas nama dari pemegang saham pengendali baik langsung maupun tidak
langsung dan harus memiliki cara yang efektif untuk memperoleh ganti rugi.
Perlindungan terhadap
pemegang saham minoritas dari tindakan yang merugikan yang dilakukan oleh atau
atas nama pemegang saham pengendali sudah diatur dalam peraturan Bapepam.
Peraturan Bapepam Nomor IX.E.I mengatur bahwa jika suatu transaksi dimana seorang
direktur, komisaris, pemegang saham utama atau Pihak terafiliasi dari direktur,
komisaris atau pemegang saham utama mempunyai Benturan Kepentingan, maka
Transaksi dimaksud terlebih dahulu harus disetujui oleh para Pemegang Saham
Independen atau wakil mereka yang diberi wewenang untuk itu dalam Rapat Umum
Pemegang Saham sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut. Persetujuan
mengenai hal tersebut harus ditegaskan dalam bentuk akta notariil.
3. Pemberian
suara dapat dilakukan oleh kustodian atau wakil yang ditunjuk setelah disetujui
oleh beneficial owner dari saham.
Dalam UUPT tidak
ditegaskan tentang pihak yang dapat mewakili beneficial owner, akan tetapi ditetapkan beberapa pihak yang
dilarang mewakili beneficial owner dalam
RUPS. Namun demikian, dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pemegang saham dengan
hak suara yang sah, baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak menghadiri
RUPS dan menggunakan hak suaranya. Selain itu dijelaskan pula bahwa dalam
pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Komisaris, dan karyawan perseroan
dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham.
4. Hambatan
pemberian suara oleh pemegang saham yang berdomisili di luar wilayah kedudukan
Emiten atau Perusahaan Publik harus dihilangkan.
Peraturan Bapepam sudah
mengatur hal-hal yang diharapkan dapat meminimalkan kemungkinan timbulnya
hambatan pemberian suara oleh pemegang saham yang berdomisili di luar wilayah
kedudukan Emiten atau Perusahaan Publik. Peraturan Bapepam belum mengatur bahwa
pemberitahuan RUPS harus dimuat dalam website perusahaan. Meskipun demikian,
tata cara penyelenggaraan RUPS dan prosedur pemberian suara sudah diatur secara
lengkap dalam peraturan Bapepam. Peraturan Bapepam Nomor IX.J.1 mengharuskan
pemberitahuan RUPS dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum
pemanggilan dan pemanggilan dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
sebelum RUPS. Peraturan Bapepam Nomor IX.H.1 menyatakan bahwa Rancangan
Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha wajib diumumkan ringkasannya kepada
masyarakat dalam 2 (dua) surat kabar setelah diperolehnya persetujuan
komisaris. Selain itu UUPT mengatur pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat
tercatat paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum RUPS diadakan dan
diumumkan dalam surat kabar harian.
5. Proses
dan tata cara RUPS harus memberikan perlakuan yang sama terhadap pemegang
saham. Prosedur pelaksanaan pemberian suara perusahaan tidak boleh dibuat
terlalu sulit atau terlalu mahal.
Peraturan Bapepam Nomor
IX.I.1 tentang Rencana dan Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham mengatur bahwa
RUPS hendaknya direncanakan dengan matang dalam menentukan tempat, waktu
penyelenggaraan, prosedur serta agenda rapat, sesuai dengan Anggaran Dasar
perseroan. Disamping mengatur tata cara RUPS independen, peraturan Nomor IX.E.1
tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu juga mengatur mengenai
transaksi yang harus mendapatkan persetujuan RUPS independen.
Sub prinsip B
dari prinsip ketiga berkenaan dengan pelarangan perdagangan orang dalam dan
perdagangan tutup sendiri yang merugikan pihak lain (abusive self dealing).
UUPM menyatakan
bahwa orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi
orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas Efek. Dalam
Peraturan Bapepam Nomor XI.C.1 diatur transaksi Efek yang tidak dilarang bagi
orang dalam. Dengan mengacu pada ketentuan tersebut, maka transaksi Efek yang
tidak termasuk dalam transaksi Efek sebagaimana dimaksud dalam poin 1 Peraturan
XI.C.1 adalah dilarang.
Selanjutnya sub
prinsip C dari prinsip yang ketiga menekankan bahwa anggota dewan komisaris dan
direksi harus disyaratkan untuk mengungkapkan kepentingannya kepada dewan
komisaris jika mereka, baik langsung maupun tidak langsung atau atas nama pihak
ketiga, mempunyai kepentingan yang material dalam suatu transaksi atau suatu
hal yang mempengaruhi perusahaan. Dalam UUPT, anggota direksi dan komisaris
wajib melaporkan kepemilikan sahamnya beserta keluarganya kepada perseroan.
Tidak terdapat kewajiban bagi mereka untuk mengungkapkan kepemilikan sahamnya
kepada dewan komisaris. Untuk emiten atau perusahaan
2.3 Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG 2006)
Pemegang Saham (Bab V KNKG 2006)
Prinsip Dasar
Pemegang saham sebagai pemilik modal,
memiliki hak dan tanggung jawab atas perusahaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Dalam melaksanakan hak dan
tanggung jawabnya, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pemegang saham harus menyadari bahwa dalam
melaksanakan hak dan tanggung jawabnya harus memperhatikan juga kelangsungan
hidup perusahaan.
2. Perusahaan harus menjamin dapat
terpenuhinya hak dan tanggung jawab pemegang saham atas dasar asas kewajaran
dan kesetaraan (fairness) sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
Pedoman
Pelaksanaan
1. Hak
dan Tanggungjawab Pemegang Saham
1.1 Hak pemegang saham harus dilindungi dan
dapat dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar
perusahaan. Hak pemegang saham tersebut pada dasarnya meliputi:
a. Hak untuk menghadiri, menyampaikan
pendapat, dan memberikan suara dalam RUPS berdasarkan ketentuan satu saham
memberi hak kepada pemegangnya untuk mengeluarkan satu suara
b. Hak untuk memperoleh informasi mengenai
perusahaan secara tepat waktu, benar dan teratur, kecuali hal-hal yang bersifat
rahasia, sehingga memungkinkan pemegang saham membuat keputusan mengenai
investasinya dalam perusahaan berdasarkan informasi yang akurat
c. Hak untuk menerima bagian dari keuntungan
perusahaan yang diperuntukkan bagi pemegang saham dalam bentuk dividen dan
pembagian keuntungan lainnya, sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya
d. Hak untuk memperoleh penjelasan lengkap
dan informasi yang akurat mengenai prosedur yang harus dipenuhi berkenaan
dengan penyelenggaraan RUPS agar pemegang saham dapat berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan, termasuk keputusan mengenai hal-hal yang mempengaruhi
eksistensi perusahaan dan hak pemegang saham
e. Dalam hal terdapat lebih dari satu jenis
dan klasifikasi saham dalam perusahaan, maka: (i) setiap pemegang saham berhak
mengeluarkan suara sesuai dengan jenis, klasifikasi dan jumlah saham yang
dimiliki; dan (ii) setiap pemegang saham berhak untuk diperlakukan setara
berdasarkan jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
1.2 Pemegang saham harus menyadari tanggung
jawabnya sebagai pemilik modal dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Tanggung jawab pemegang saham
tersebut pada dasarnya meliputi:
1. Pemegang saham pengendali harus dapat: (i)
memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan
lainnya sesuai peraturan perundang-undangan; dan (ii) mengungkapkan kepada
instansi penegak hukum tentang pemegang saham pengendali yang sebenarnya (ultimate shareholders) dalam hal
terdapat dugaan terjadinya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan,
atau dalam hal diminta oleh otoritas terkait
2. Pemegang saham minoritas bertanggung jawab
untuk menggunakan haknya dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan anggaran dasar
3. Pemegang saham harus dapat: (i) memisahkan
kepemilikan harta perusahaan dengan kepemilikan harta pribadi; dan (ii)
memisahkan fungsinya sebagai pemegang saham dengan fungsinya sebagai anggota
Dewan Komisaris atau Direksi dalam hal pemegang saham menjabat pada salah satu
dari kedua organ tersebut
4. Dalam hal pemegang saham menjadi pemegang
saham pengendali pada beberapa perusahaan, perlu diupayakan agar akuntabilitas
dan hubungan antar-perusahaan dapat dilakukan secara jelas.
2. Tanggungjawab
Perusahaan terhadap Hak dan Kewajiban Pemegang saham
2.1 Perusahaan harus melindungi hak pemegang
saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
2.2 Perusahaan harus menyelenggarakan daftar
pemegang saham secara tertib sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
anggaran dasar.
2.3 Perusahaan harus menyediakan informasi
mengenai perusahaan secara tepat waktu, benar dan teratur bagi pemegang saham,
kecuali hal-hal yang bersifat rahasia.
2.4 Perusahaan tidak boleh memihak pada
pemegang saham tertentu dengan memberikan informasi yang tidak diungkapkan
kepada pemegang saham lainnya. Informasi harus diberikan kepada semua pemegang
saham tanpa menghiraukan jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
2.5 Perusahaan harus dapat memberikan
penjelasan lengkap dan informasi yang akurat mengenai penyelenggaraan RUPS.
BAB III
KASUS DAN ANALISIS
PT. LIPPO KARAWACI, TBK
3.1
Profil Perusahaan
PT Lippo
Karawaci Tbk (pertama kali didirikan sebagai PT
Tunggal Reksakencana) didirikan pada Oktober 1990
sebagai anak perusahaan Lippo Group.
Pada bulan Januari 1993, Lippo Karawaci meresmikan pembangunan kota mandiri
pertamanya Lippo Village
di Karawaci, Tangerang, yang terletak 30 km sebelah barat Jakarta. Pada
tahun yang sama, Perseroan mulai mengembangkan Lippo Cikarang,
sebuah kota mandiri dengan kawasan industri ringan yang yang terletak
40 km sebelah timur Jakarta. Selanjutnya Lippo Karawaci mengembangkan kota
mandiri Tanjung Bunga di Makassar,
Sulawesi Selatan pada tahun 1997. Melalui penggabungan delapan perusahaan
properti terkait pada tahun 2004, Lippo Karawaci mengembangkan portofolio
usahanya mencakup Urban Development, Large Scale Integrated Development, Retail
Malls, Hospitals, Hotels & Leisure serta Fee-based Income.
Pada
tahun 2004, delapan perusahaan dibawah lippo grup yang bergerak dalam bisnis
property dan rumah sakit akan melakukan penggabungan usaha atau mergerkedalam
suatu perusahaan yakni PT. Lippo Karawaci TBk. Kedelapan perusahaan ini terdiri
dari empat perusahaan terbuka :
1. PT Lippo Land development Tbk (bisnis properti
dan real estate)
2. PT Siloam healthcare Tbk (bisnis rumah sakit)
3. PT Aryaduta Hotels Tbk (bisnis pariwisata dan
hotel)
4. Lippo karawa!i Tbk (bisnis properti dan real
estate)
Keempat perusahaan lainnya adalah:
- PT kartika abadi sejahtera (perusahaan
in&estasi dengan aset utama PT Gowa-makassar Tourism development Tbk)
- PT sumber waluyo (bisnis mengoperasikan
rumah sakit budi mulia surabaya)
- PT ananggadipa berkat mulia (perusahaan
investasi)
- PT metropolitan Tatanugraha (operasional
hotel)
Kedelapan
perusahaan tersebut bergabung kedalam perusahaan induk yang ditetapkan dengan
nama PT. Lippo Karawaci TBk dengan memiliki anak perusahaan yaitu PT.
Sentralindo Wirasta dan PT. Ryaduta Internasional Management.
Bisnis
utama dari PT Lippo Karawaci Tbk setelah merger bergerak dibidang Jasa
penyelenggaraan rumah sakit dan usaha jasa akomodasi perhotelan. Merger
kedelapan perusahaan itu terungkap di penjelasan manajemen Lippo Group dalam
prospektus yang dipublikasikan. Penyampaian rencana merger kepada seluruh
kreditur masing-masing peserta merger telah dilakukan Jumat 14 Mei 2004 rencana
merger tersebut juga telah diajukan kepada Bapepam jumat 14 Mei 2004" sedangkan
penandatanganan akta penggabungan akan dilakukan 30 juni 2004.
3.2 Kasus
Lippo Group adalah sebuah perusahaan besar di
Indonesia yang didirikan oleh Mochtar Riady. Group ini memulai usaha dengan
Bank Lippo yang telah berganti nama dan berubah posisi sahamnya menjadi Bank
CIMB Niaga. Perusahaan ini kemudian mengembangkan diri di usaha property yang
kemudin berkembang di Indonesia, Tiongkok dan beberapa Negara lainnya. Selain
di usaha properti juga melakukan pengembangan bisnis eceran, telekomunikasi,
dan berbagai jenis usaha lainnya.
PT. Lippo, Tbk yang pada tahun 2002, telah membawa dampak pada
profesi akuntan di Indonesia. Bapepam pada tanggal 17 September 2003 telah mengumumkan
hasil pemeriksaan kasus PT. Lippo, Tbk yang diduga telahm elanggar
peraturan perundang – undangan di bidang Pasar Modal. Hasil pemeriksan
tersebut antara lain:
1.
Laporan Keuangan PT. Bank Lippo,
Tbk per 30 September 2002.Berkaitan dengan laporan keuangan PT. Bank Lippo, Tbk
per 30 September 2002,Bapepam menemukan tiga versi laporan keuangan,
yang semuanya dinyatakanaudited, fakta tersebut yaituBAPEPAM menemukan
bahwa terdapat 3 (tiga) versi laporan keuangan, yang semuanya dinyatakan
audited, yaitu:
a.
Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September
2002 yang diiklankan di Surat Kabar Harian Investor Indonesia pada tanggal 28
November 2002; Pemuatan iklan tersebut merupakan pelaksanaan kewajiban PT Bank
Lippo Tbk. atas ketentuan Bank Indonesia. Adapun materi atau informasi yang
tercantum dalam iklan laporan keuangan tersebut antara lain adalah
·
Adanya pernyataan Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa
laporan keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang
telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja (penanggung jawab Drs.
Ruchjat Kosasih) dengan pendapat wajar tanpa pengecualian
·
Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002
(“Diaudit”) dan per 30 September 2001 (“tidak diaudit”)
·
Nilai Agunan Yang Diambil Alih
(“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 2,393 triliun
·
Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185
triliun
b.
Laba tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp.
98,77 miliar
c.
Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia sebesar
24,77%
2. Laporan
keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada
tanggal 27 Desember 2002
Penyampaian laporan tersebut merupakan pemenuhan kewajiban PT Bank Lippo
Tbk. untuk menyampaikan Laporan Keuangan Triwulan ke-3. Adapun materi atau
informasi yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut antara lain:
Pernyataan manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan yang
disampaikan adalah laporan keuangan audited yang tidak disertai dengan Laporan
Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik.
3. Laporan
keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan oleh Akuntan
Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk.
pada tanggal 6 Januari 2003. Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam
laporan keuangan tersebut antara lain adalah:
a.
Laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan
Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan
pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan auditor independen tersebut
tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November
2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002
b.
Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September
2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember 2000
c.
Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8
triliun
d.
Nilai Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30
September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun
e.
Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273
triliun
f.
Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.
Permasalahan yang terjadi di dalam Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk,
disebabkan adanya tiga buah laporan keuangan yang dinyatakan telah diaudit,
tetapi 7 diantara ketiganya terdapat perbedaan. Dari ketiga laporan keuangan
tersebut ternyata hanya ada satu laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30
September 2002 yang diaudit dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Akuntan
Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Presetio, Sarwoko & Sandjaja, dengan
laporan auditor independen No. REC-0031/02 dengan tanggal ganda (dual dating)
tertanggal 20 November 2002 (kecuali untuk catatan 40a tertangal 22 November
2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002) yang disampaikan kepada
Manajemen PT Bank Lippo Tbk. pada tanggal 6 Januari 2003. Sedangkan, dua
laporan keuangan lainnya ternyata belum diaudit.
Di dalam kedua laporan keuangan yang belum diaudit tersebut ternyata ada
pernyataan dari pihak Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan
tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit
oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat wajar tanpa pengecualian
(untuk laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang diiklankan di surat kabar) dan
pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan yang
disampaikan adalah laporan keuangan “audited” yang tidak disertai dengan
Laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik (untuk Laporan
Keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang disampaikan kepada BEJ).
Peristiwa tersebut, jika dilihat dari sudut pandang GCG terjadi karena
lemahnya penerapan prinsip akuntabilitas di dalam PT Bank Lippo Tbk., khususnya
dalam hal pembuatan laporan keuangan. Di dalam permasalahan ini terjadi
pelanggaran karena tidak adanya checks and balances yang baik antara direksi
dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang menyampaikan dua laporan
keuangan yang tidak diaudit.
Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk
memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang
sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen
perusahaan jangka panjang. Dapat dilihat disini, peranan komite audit untuk
menciptakan sebuah mekanisme check and balances yang ideal
juga belum dapat terwujud.
3.3 Pembahasan
Penerapan Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang dilaksanakan oleh PT Lippo Karawaci Tbk.
Di PT LIPPO Karawaci TBK, menerapkan Cross Reference
Asean Corporate Governance Scorecard – 2016 dalam penilaian Perinsip GCG
diperusahaan. Dimana didalam CRACS-2016 prinsip ini telah diterapkan oleh
perusahaan yaitu sebagai berikut:
Cross
Reference Asean Corporate Governance Scorecard – 2016
Isi dari Princple 3, OECD 2004 juga terdapat didalam CRACS-2016 pada Part B
yaitu perlakuan setara terhadap pemegang saham.
NO ITEMS
|
|
PERTANYAAN
|
REFERENSI
|
D.1
|
|
Transparansi Struktur Kepemilikan
|
|
|
D.1.1
|
Apakah informasi kepimilikan saham mengungkapkan identitas pemegang
saham dengan kepemilikan 5% atau lebih?
|
|
|
D.1.2
|
Apakah Perseroan mengungkapkan kepemilikan saham baik yang langsung
maupun tidak langsung (jika ada) dari pemegang saham utama dan/atau pemegang
saham dalam jumlah besar?
|
-
|
|
D.1.3
|
Apakah Perseroan mengungkapkan kepemilikan saham Dewan Komisaris baik
langsung dan tidak langsung?
|
|
|
D.1.4
|
Apakah Perseroan mengungkapkan kepemilikan saham langsung dan tidak
langsung yang dimiliki oleh Direksi?
|
|
|
D.1.5
|
Apakah Perseroan mengungkapkan secara detail mengenai kelompok
usahanya termasuk anak perusahaan dan perusahaan dengan tujuan tertentu/kendaraan
(SPE/SPV)?
|
|
D.2
|
|
Kualitas Laporan Tahunan
|
|
|
D.2.1
|
Risiko Utama
|
|
|
D.2.2
|
Tujuan Perusahaan
|
|
|
D.2.3
|
Indikator Kinerja Keuangan
|
|
|
D.2.4
|
Indikator Kinerja non-keuangan
|
|
|
D.2.5
|
Kebijakan Dividen
|
WEB: Kebijakan Dividen File: AR
Hal 14
|
|
D.2.6
|
Rincian Kebijakan Whistleblowing
|
|
|
D.2.7
|
Rincian biografi dari Dewan Komisaris
|
|
|
D.2.8
|
Pelatihan dan/atau program pendidikan berkelanjutan yang diikuti
Direksi/Dewan Komisaris
|
|
|
|
|
|
|
D.2.9
|
Jumlah rapat yang diadakan dan kehadiran Direksi/Dewan Komisaris
sepanjang tahun
|
|
|
|
|
|
|
D.2.10
|
Rincian kehadiran masing-masing anggota Direksi dan Dewan Komisaris
dengan rapat yang diadakan
|
|
|
|
|
|
|
D.2.11
|
Rincian remunerasi untuk setiap anggota Direksi/Dewan Komisaris?
|
-
|
|
D.2.12
|
Apakah Laporan Tahunan memuat pernyataan tentang kepatuhan Perseroan
dengan aturan tata kelola perusahaan dan dimana ada ketidakpatuhan,
mengidentifikasi dan menjelaskan alasan-alasan untuk setiap masalah tersebut?
|
|
D.3
|
|
Pengungkapan Atas Transaksi Hubungan Istimewa
|
|
|
D.3.1
|
Apakah Perseroan mengungkapkan kebijakan yang meliputi peninjauan dan
persetujuan atas RPT yang material/signifikan?
|
|
|
D.3.2
|
Apakah Perseroan mengungkapkan nama pihak terkait dan hubungannya
untuk setiap RPT yang material/signifikan?
|
|
|
D.3.3
|
Apakah Perseroan mengungkapkan sifat dan nilai untuk setiap RPT yang
material/signifikan?
|
|
D.4
|
|
Transaksi Saham Perusahaan oleh Dewan Komisaris atau Direksi
|
|
|
D.4.1
|
Apakah Perseroan mengungkapkan perdagangan saham Perseroan oleh orang
dalam?
|
-
|
D.5
|
|
Keterbukaan tentang Eksternal Auditor
|
|
|
D.5.1
|
Pengungkapan biaya Audit
|
|
|
D.5.2
|
Pengungkapan biaya non-Audit
|
|
|
D.5.3
|
Apakah biaya audit melebihi biaya non-audit?
|
|
D.6
|
|
Media Komunikasi
|
|
|
D.6.1
|
Laporan Triwulan
|
|
|
D.6.2
|
Website Perseroan
|
|
|
D.6.3
|
Analis Briefing
|
WEB: Kalender
Kegiatan & File: AR hal 293 - 294
|
|
D.6.4
|
Konferensi Pers
|
|
D.7
|
|
Penyampaian Informasi Laporan Keuangan atau Laporan Tahunan Tepat Waktu
|
|
|
D.7.1
|
Apakah Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit dirilis dalam waktu
120 hari sejak tutup buku?
|
|
|
D.7.2
|
Apakah Laporan Tahunan dirilis dalam waktu 120 hari dari sejak tutup
buku?
|
|
|
D.7.3
|
Adanyan penegasan oleh Direksi/Dewan Komisaris atas kebenaran dan
kewajaran pada Laporan keuangan tahunan?
|
|
D.8
|
|
Website Perusahaan
|
|
|
D.8.1
|
Operasi Bisnis
|
|
|
D.8.2
|
Laporan Keuangan (Terkini/sebelumnya)
|
|
|
D.8.3
|
Materi-materi yang disediakan pada saat analis briefing dan konferensi
pers
|
|
|
D.8.4
|
Struktur Kepemilikan saham
|
|
|
D.8.5
|
Struktur Grup Perseroan
|
|
|
D.8.6
|
Laporan Tahunan yang mudah diunduh
|
|
|
D.8.7
|
Pemberitahuan RUPS/RUPSLB
|
|
|
D.8.8
|
Risalah RUPS/RUPSLB
|
|
|
D.8.9
|
Konstitusi Perseroan
|
|
D.9
|
|
Investor Relations
|
|
|
D.9.1
|
Apakah Perseroan mengungkapkan rincian kontak untuk hubungan investor?
|
|
Penerapan Prinsip-prinsip
Good Corporate Governance (Princple 3,
OECD 2004), PT Lippo Karawaci Tbk.
1.
Prinsip
Pertama adalah mengenai kesamaan perlakuan antara pemegang saham dalam kelas
saham yang sama. Di dalam prinsip ini terdapat 5 sub prinsip yang didiskusikan.
a.
Sub
prinsip pertama mengenai kemudahan dari investor untuk mendapatkan informasi
mengenai hak yang melekat pada setiap seri dan kelas saham sebelum mereka
membeli saham suatu perusahaan. Prinsip Pertama untuk
sub prinsip pertama telah dilaksanakan
oleh PT. LIPPO KARAWACI, TBK yaitu
terdapat di dalam websate perusahaan https://www.lippokarawaci.co.id/investor-center/a-rights-of-shareholders.
b.
Sub
prinsip kedua berbicara mengenai perlindungan kepada pemegang saham minoritas
dari tindakan yang merugikan yang
dilakukan oleh
atau atas nama pemegang saham utama
c. Pemberian
suara dapat dilakukan oleh kustodian atau wakil yang ditunjuk setelah disetujui
oleh beneficial owner dari saham.
d. Hambatan
pemberian suara oleh pemegang saham yang berdomisili di luar wilayah kedudukan
Emiten atau Perusahaan Publik harus dihilangkan.
e.
Proses dan tata cara
RUPS harus memberikan perlakuan yang sama terhadap pemegang saham.
2.
mengenai
larangan transaksi orang dalam (insider trading) dan perdagangan tutup
sendiri yang merugikan pihak lain (abusive self dealing)
3.
kewajiban dari komisaris, direksi dan manajemen kunci untuk
mengungkapkan kepentingannya kepada dewan komisaris jika baik langsung maupun
tidak langsung atau atas nama pihak ketiga mempunyai kepentingan yang material
dalam suatu transaksi atau suatu hal yang mempengaruhi perusahaan.
Prinsip ketiga ini dilanggar oleh salah satu anak perusahaan PT. LIPPO
TBK yaitu PT. Bank LIPPO Tbk pada tahun
2002 yang dijelaskan didalam kasus diatas. Dimana hal ini sangat merugikan para
investor karena kerincuhan atas laporan yang disampaikan kepada 3 lembaga
keuangan yang berbeda-beda.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Keberlangsungan eksistensi perusahaan
tidak hanya diukur oleh performa keuangan, peningkatan keuntungan akan tetapi
juga performa internal perusahaan (etika dan Good Corporate Governance) dan performa kepedulian sosial
perusahaan.
Pada prinsip ketiga ini ditekankan
perlunya persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang saham termasuk pemegang
saham minoritas dan pemegang saham asing. Prinsip ini menekankan pentingnya
kepercayaan investor di pasar modal. Untuk itu industri pasar modal harus dapat
melindungi investor dari perlakuan yang tidak benar yang mungkin dilakukan oleh
manajer, dewan komisaris, dewan direksi atau pemegang saham utama perusahaan.