BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. CORPORATE
SOSIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA UMUMNYA
Rachel Calson, tahun 1962 dalam bukunya “TheSilent
Spring”, mengemukakan pada dunia
tentang kerusakan lingkungan dan kehidupan yang diakibatkan oleh racun
peptisida yang mematikan. Paparan yang disampaikan dalam buku “Silent Spring”
tersebut menggugah kesadaran banyak pihak bahwa tingkah laku
korporasi/perusahaan harus diluruskan sebelum menuju kehancuran yang semakin
meningkat. Dari sini CSR (Corporate Social Responsibility) di kenal dan
di implementasikan. Tepatnya di era 1970-an. Banyak professor menulis buku
tentang pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan, di samping kegiatan
menghasilkan keuntungan. Buku-buku tersebut antara lain; “Beyond the Bottom
Line” karya Prof. Courtney C. Brown, orang pertama penerima gelar Professor
of Public Polecy and Business Responsibility dari Universitas Columbia.
Pemikiran para ilmuwan sosial pada era
tersebut masih banyak mendapatkan
tentangan, hingga akhirnya muncul buku hasil pemikiran para intelektual dari
Club of Roma, bertajuk “The Limits to Growt”. Buku ini mengingatkan
bahwa, disatu sisi bumi memiliki keterbatasan daya dukung (carrying capacity),
sementara di sisi lain populasi manusia bertumbuh secara eksponensial. Karena
itu, eksploitasi sumber daya alam mesti dilakukan secara hati-hati agar
pembangunan dapat berkelanjutan.
Era 1980 – 1990, pemikiran dan pembahasan
mengenai issu ini terus berkembang, sehingga menimbulkan kesadaran dalam
berbagi keuntungan untuk tanggungjawab sosial, dan dikenal sebagai community
development. Akhirnya pada KTT Bumi di Rio de Jenerio Tahun 1992 yang
menegaskan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan menjadi hal yang harus
diperhatikan, bukan hanya oleh negara, terlebih lagi oleh kalangan korporasi
yang diprediksi bakal semakin pesat di
masa mendatang.
Dari sini konsep CSR terus bergulir,
berkembang dan diaplikasikan dalam berbagai bentuk. James Collins dan Jerry
Poras dalam bukunya Built to Last: Successful Habits of Visionary Companies
(1994), menyampaikan bukti bahwa perusahaan yang terus hidup adalah yang
tidak semata mencetak limpahan uang saja, tetapi perusahaan yang sangat peduli
dengan lingkungan sosial dan turut andil dalam menjaga keberlangsungan
lingkungan hidup.
Kesadaran menjalankan CSR akhirnya tumbuh
menjadi trend global, terutama produk-produk yang ramah lingkungan yang
diproduksi dengan memperhatikan kaidah social dan hak asasi manusia. Di pasar
modal globalpun, CSR juga menjadi faktor yang diperhitungkan. Misalnya New York
Stock Exchange (NYSE) saat ini menerapkan program Dow Jones Sustainable
Index (DJSI) untuk saham perusahaan yang dikategorikan memiliki Social
Responsible Investment (SRI).
Di Indonesia,
kesadaran akan CSR telah tertuang dalam UU PT No. 40 tahun 2007 pasal 74 ayat 1 yaitu “perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab social (CSR) dan lingkungannya, pereseroan yang
tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.” Peraturan lain yang berkaitan dengan CSR adalah UU No.25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal
berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Meskipun UU ini
telah mengatur sanksi-sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha
perseorangan yang mengabaikan CSR pasal 16 ayat d mengatakan setiap penanaman
modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan. Artinya perusahaan
penanaman modal berkewajiban memprogramkan kegiatan CSR sehingga dapat
meningkatkan jaminan kelangsungan aktivitas perusahaan karena ada nya hubungan
yang serasi dan saling ketergantungan antara pengusaha dan masyarakat. Dan
(Pasal 34), UU ini baru mampu menjangkau investor asing dan belum mengatur
secara tegas perihal CSR bagi perusahaan nasional.
Peraturan Menteri Negara
BUMN No.4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara
pelaksanaan CSR. Seperti kita ketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan (PKBL).
Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah
memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah,
koperasi dan masyarakat.
Istilah CSR di Indonesia semakin populer digunakan
sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate
Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak
menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang
merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap
aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat
belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga
pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR danmelakukan advokasi
kepada berbagai perusahaan nasional.
Selain dapat menciptakan peluang-peluang
sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang
diinginkan, cara ini juga dapat membangun citra sebagai perusahaan yang ramah
dan peduli lingkungan. Selain itu, akan tumbuh rasa percaya dari masyarakat.
Rasa memiliki perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga masyarakat
merasakan bahwa kehadiran perusahaan di daerah mereka akan berguna dan
bermanfaat.
1.1. Pengertian
Corporate Sosial Responsibility (CSR)
Perusahaan merupakan salah satu pusat
kegiatan manusia / masyarakat moderen guna memenuhi kehidupannya. Selain itu,
perusahaan juga sebagai salah satu sumber pendapatan negara melalui pajak dan
wadah tenaga kerja. Menurut Dwi Tuti
Muryati, perusahaan merupakan lembaga yang secara sadar didirikan untuk
melakukan kegiatan yang terus-menerus untuk mendayagunakan sumber daya alam dan
sumber daya manusia sehingga menjadi barang dan jasa yang bermanfaat secara
ekomonis.Menurut Sri Rejeki Hartono, aktifitas menjalankan perusahaan adalah
suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus dalam pengertian yang tidak terputus-putus, kegiatan tersebut
dlakukan secara terang-terangan dalam pengertian sah/legal, dan dalam rangka
untuk memperoleh keuntungan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Menurut
Mentri Kehakiman Nederland (Minister van Justitie Nederland) dalam
memori jawaban kepada parlemen menafsirkan pengertian perusahaan
sebagaiberikut: ”Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan apabila pihak yang
berkepentingan bertindak secara tidak terputus-putus, terang-terangan, serta di
dalam kedudukan tertentu untuk memperoleh laba bagi dirinya sendiri ”
Secara jelas pengertian perusahaan ini
dijumpai dalam pasal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan yang dinyatakan sebagai berikut: ”Perusahaan adalah setiap bentuk
badab usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan
terus-menerus, didirikan, bekerja,serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia
dengan tujuan memperoleh keuntungan /laba.
Dari pengertian-pengertian diatas, terdapat
dua unsur pokok yang terkandung dalam suatu perusahaan, yaitu:
1. Bentuk
badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha baik berupa suatu persekutuan
atau badan usaha yang didirikan, bekerja dan berkedudukan di Indonesia.
2. Jenis
usaha yang berupa kegiatan dalam bidang bisnis, yang dijalan secara
terus-menerus untuk mencari keuntungan.
Dengan demikian suatu perusahaan harus
mempunyai unsur-unsur di antaranya:
1. Terus-menerus
atau tidak terputus-putus;
2. Secara
terang-terangan (karena berhubungan dengan pihak ketiga);
3. Dalam
kualitas tertentu (karena dalam lapangan perniagaan);
4. Mengadakan
perjanjian perdagangan;
5. Harus
bermaksud memperoleh laba atau keuntungan;
Tanggungjawab sosial merupakan suatu ide
bahwa bisnis memiliki tanggungjawab tertentu kepada masyarakat selain mencari
keuntungan (the persuit of profits). Baru-baru ini istilah Corporate
Social Responsibility (CSR) mencakup pengertian yang lebih luas, menuju Social
Responcibility dan Social Leadership. Social Responcibility (CSR)
atau disebut juga dengan tanggungjawab sosial dapat didefinisikan sebagai
berikut: ”merupakan kewajiban perusahaan untuk merumuskan kebijakan, mengambil
keputusan, dan melksanakan tindakan yang memberikan manfaat kepada masyarakat”.
Pada penngertian yang lainnya Social Responcibility atautanggungjawab
sosial diartikan sebagai “kontribusi menyeluruh dari dunia usaha terhadap
pembagunan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, dan
lingkungan dari kegiataanya”.
Menurut Kotler dan Nancy (2005) Corporate
Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk
meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan
mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan. Menurut CSR Forum (Wibisono,
2007) Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai bisnis yang
dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai
moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan
lingkungan.
Corporate Social Responsibilit(CSR)adalah
suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan
perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap
sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. COntoh bentuk
tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian
beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas
umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan
berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar
perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan
fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan
stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability
perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability.
Penerapan CSR saat ini berkembang pesat, termasuk
di Indonesia. CSR kini dianggap sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing
serta sebagai bagian dari pengelolaan resiko menuju sustainability dari
kegiatan usahanya. CSR di Indonesia baru
dimulai pada awal tahun 2000. Namun, kegiatan yang esensi dasarnya sama telah
berjalan sejak tahun 1970-an dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari bentuk
yang sederhana seperti donasi sampai pada bentuk yang komperensif seperti
membangun sekolah.
1.2. Unsur-unsur
dasar CSR
CSR memiliki tiga unsur dasar yaitu market action,
externally mandated actions dan voluntary actions.
a.
Market
action (tindakan untuk menghadapi pasar)
Market action ini berisi mengenai tindakan
perusahaan secara menyeluruh mengenai kepentingan mereka di pasar. Ketika suatu
perusahaan merespon pasar, seluruh tindakan harus megenai tanggung jawab sosial
mereka yaitu perhatian perusahaan atas dampak operasi perusahaan bagi
lingkungan di sekitar perusahaan.
b.
Mandates
action
Mandates action
atau program yang berisikan pemenuhan anjuran pemerintah dan perjanjian
yang dinegosiasikan dengan srakeholder. Pelaksanaan unsur ini dapat saja
berbeda pelaksanaannya antara setiap negara.
c.
Voluntary
actions
Voluntary actions atau program sukarela perusahaan
dengan menunjukan kepedulian mereka
terhadap isu sosial yang terjadi dan membantu penyelesaian masalah. Di dalam
Voluntary actions terdapat tiga ruang lingkup utama yaitu program sukarela yang
bersifar legal plus, kegiatan Voluntary actions sejalan dengan program nasional
dan kampanye kepedulian pada kepentingan masyarakat berhubungan dengan
peraturan/isu sosial tertentu yang berlaku disuatu tempat.
1.3. Program
CSR
Phillip Kotler dan Nancy Lee dalam bukunya ”Corporate Social
Responsibility, Doing the Most Good for Your Company and Your Cause” (2005),
mengidentifikasi enam pilihan program bagi perusahaan untuk melakukan inisiatif
dan aktivitas yang berkaitan dengan berbagai masalah sosial sekaligus sebagai wujud
komitmen dari tanggung jawab sosial perusahaan. Keenam inisiatif sosial yang
bisa dieksekusi oleh perusahaan adalah
a) Cause
Promotions dalam bentuk memberikan kontribusi dana atau
penggalangan dana untuk meningkatkan kesadaran akan masalah-masalah sosial
tertentu seperti, misalnya, bahaya narkotika.
b) Cause-Related
Marketing bentuk kontribusi perusahaan dengan menyisihkan
sepersekian persen dari pendapatan sebagai donasi bagi masalah sosial tertentu,
untuk periode waktu tertentu atau produk tertentu.
c) Corporate
Social Marketing disini perusahaan membantu pengembangan maupun
implementasi dari kampanye dengan fokus untuk merubah perilaku tertentu yang
mempunyai pengaruh negatif, seperti misalnya kebiasaan berlalu lintas yang
beradab.
d) Corporate
Philantrophy adalah inisitiatif perusahaan dengan memberikan
kontribusi langsung kepada suatu aktivitas amal, lebih sering dalam bentuk
donasi ataupun sumbangan tunai.
e) Community
Volunteering dalam aktivitas ini perusahaan memberikan
bantuan dan mendorong karyawan, serta mitra bisnisnya untuk secara sukarela
terlibat dan membantu masyarakat setempat.
f) Socially
Responsible Business Practices, ini adalah sebuah inisiatif dimana
perusahaan mengadopsi dan melakukan praktik bisnis tertentu serta
investasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas komunitas dan melindungi
lingkungan.
1.4. Manfaat CSR
Bagi Corporate
Bila kita kelompokkan manfaat CSR
terhadap perusahaan yaitu :
1. Brand
differentiation
Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, CSR bisa
memberikan citra perusahaan yang khas, baik, dan etis di mata publik yang pada
gilirannya menciptakan customer loyalty. The Body Shop dan BP (dengan bendera
“Beyond Petroleum”-nya), sering dianggap sebagai memiliki image unik terkait
isu lingkungan.
2. Human
resources.
Program CSR dapat membantu dalam perekrutan karyawan
baru, terutama yang memiliki kualifikasi tinggi. Saat interview, calon karyawan
yang memiliki pendidikan dan pengalaman tinggi sering bertanya tentang CSR dan
etika bisnis perusahaan, sebelum mereka memutuskan menerima tawaran. Bagi staf
lama, CSR juga dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi dalam
bekerja.
3. License to
operate.
Perusahaan yang menjalankan CSR dapat mendorong
pemerintah dan publik memberi ”ijin” atau ”restu” bisnis. Karena dianggap telah
memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat
luas.
4. Risk
management.
Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap
perusahaan. Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam
sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan lingkungan.
Membangun budaya ”doing the right thing” berguna bagi perusahaan dalam
mengelola resiko-resiko bisnis.
2.
BRAND POSITIONING
Membahas
tentang brand positioning tentunya
tidak akan terlepas dari sang penemu
konsep positioning yaitu
Al Ries dan Jack Trout. Mengutip dari buku Positioning – Diferensiasi – Brand
milik MarkPlus&Co, Ries-Trout mengatakan ”…positioning
is not what you do to a product. Positioning is what you do to the mind of the
prospect. That is, you position the product
in the mind of the prospect.”
artinya, positioning adalah menempatkan produk dan merek
kita menancap dibenak pelanggan. Dengan definisi tersebut Ries-Trout
berargumentasi bahwa setiap produk, merek dan perusahaan yang sukses selalu
memiliki posisi yang kokoh dan unik dibenak pelanggannya.
Menurut
Gelder (2005),”Brand positioning as a way of demonstrating a brand’s advantage
over and differentiation from its competition”(p. 31), yang artinya brand
positioning adalah suatu cara untuk
mendemonstrasikan keunggulan dari suatu merek dan perbedaannya dari kompetitor
yang lain. Dalam definisi tradisional, positioning sering disebut sebagai suatu
strategi untuk memenangi dan menguasai benak pelanggan melalui produk yang ditawarkan.
Namun menurut Kertajaya (2004), positioning didefinisikan sebagai the strategy
to lead your customer credibly yaitu suatu upaya untuk mengarahkan pelanggan
secara kredibel. Sedangkan menurut
Susanto dan Wijanarko (2004), posisi merek adalah bagian dari identitas merek
dan proposisi nilai yang secara aktif dikomunikasikan kepada target konsumen
dan menunjukkan keunggulannya
terhadap merek-merek pesaing. Jadi brand positioning adalah cara perusahaan untuk menempatkan
dirinya di mata target konsumennya dilihat dari keunggulan dan kelebihan yang
dimiliki dibandingkan dengan brand pesaing.
Jika
kita perhatikan di indonesia, sebagian besar pelaku bisnis ataupun pemilik merek di Indonesia belum
sepenuhnya atau malah justru tidak menganggap penting konsep brand
positioning. Bagi mereka yang penting bisnis jalan dulu, nanti bisa
dilihat sambil berjalan. Dalam konteks branding, sebaiknya strategi positioning merek ditentukan didetik awal memulai
bisnis. Jangan sampai persepsi yang muncul dibenak pelanggan nantinya berbeda
dengan persepsi yang sebenarnya hendak kita ciptakan. Karena ketika persepsi
yang muncul salah atau berbeda, tentu akan membutuhkan waktu, energi dan biaya
yang lebih untuk membenarkan. Meskipun dalam beberapa kasus tertentu perumusan brand
repositioning dapat
menjadi salah satu solusi. Tetapi penentuan positioning merek diawal akan mempermudah merek
kita memisahkan diri dari merek pesaing dan men-drive merek
kita untuk berjalan sesuai brand road map yang telah ditentukan. Inilah mengapa
pakar-pakar pemasaran selalu menganggap bahwa brand positioning merupakan satu hal yang krusial.
Lalu
mengapa brand positioning disebut sebagai janji merek? Ketika
Lifebuoy mengikrarkan diri sebagai “sabun kesehatan”, maka sesungguhnya ia
sedang berjanji kepada pelanggannya bahwa Lifebuoy adalah benar-benar sabun
kesehatan yang mampu membersihkan segala kuman yang menempel pada kulit tubuh
kita. Lalu Extrajoss dengan “biangnya minuman berenergi” seolah berjanji kepada
pelanggannya apabila mereka merasa staminanya menurun dan membutuhkan tambahan
energi maka Extrajoss dengan segala kandungan didalamnya akan mengembalikan
kebugaran dan energi yang dibutuhkan untuk beraktifitas kembali. Kemudian
ada Teh Sosro dengan “ahlinya teh”, Honda dengan “rajanya motor bebek”, Vegeta
dengan “minuman berserat” dan sabun Lux dengan “sabun kecantikan para bintang”
ini semua merupakan perumusan positioning sebagai
janji merek kepada pelanggannya.
Dalam
menentukan brand positioning tidak boleh asal-asalan, kita berjanji
terlalu muluk-muluk tetapi konten produk dan merek kita tidak dapat memenuhi
apa yang kita janjikan. Jangan sampai seperti para politikus yang mengumbar
janji tetapi tidak dapat memenuhi ekspektasi rakyatnya, ini berbahaya karena
akan menjadi blunder dan berakibat fatal, yaitu hilangnya kepercayaan pelanggan
kepada merek Anda. Sekali lagi, tentukan brand
positioning didetik
awal Anda memulai bisnis, pertama untuk mempermudah kita memisahkan diri dari
merek pesaing dan yang kedua men-drive merek kita untuk menciptakan persepsi
pelanggan tepat seperti yang kita harapkan.
Terdapat empat jenis kesalahan positioning yaitu:
a.
Underpositioning
Dalam hal ini fitur yang
hendak ditonjolkan untuk membangun positioning dianggap bukan hal yang terlalu
istimewa. Saat Pepsi memperkenalkan Crystal Pepsi tahun 1993, konsumen tidak
terlalu terkesima. Mereka tidak melihat “clarity” atau “kemurnian” sebagai
sesuatu yang penting dalam produk softdrink
b.
Overpositioning
Disini produk memiliki citra
yang terlalu tinggi dalam benak konsumen, dan karenanya dianggap diatas
jangkauan daya beli mereka. Para pelanggan berpikir bahwa semua cincin Tifanny
dijual mulai harga $5000, meskipun dalam kenyataannya Tiffany saat ini dapat
diperoleh dengan harga mulai $1000
c.
Confused
positioning
Dalam hal ini, pelanggan
bingung dengan citra brand karena terlalu banyaknya klaim atau perubahan brand
positioning yang terlalu sering. Hal ini yang terjadi pada komputer desktop
NeXT yang hebat. Ketika pertama kali dilaunch, produk ini diposisikan untuk
para mahasiswa, kemudian diubah menjadi untuk para engineer, dan kemudian
kepada orang bisnis; dan semuanya tidak berhasil
d.
Doubtful
positioning
Disini pelanggan merasa sulit
untuk mempercayai klaim sebuah brand dalam kaitannya dengan fitur suatu produk,
harga, atau manufakturnya.